23 August 2012

Selamanya menjadi fiksi

Langit menjadi jingga, matahari tenggelam. Seketika senja itu memudar, langit berubah menjadi gelap. Seketika bulan datang, ia tampak bulat, terang, bersih, bercahaya. Malam datang, mencekam bersama dingin nya udara kota. Hingga segalanya tampak gelap secara perlahan, tidak ada apa apa. Tiba tiba loncatan loncatan kejadian tidak beraturan datang. Khayalan yang selamanya akan menjadi fiksi. Hilang. Semuanya hilang ketika matahari kembali muncul dengan gagahnya. Menyinari seluruh daratan kota, cahayanya menembus kaca jendela, menimbulkan seberkas cahaya yang membangunkan ku dari khayalan malam hari. Sinarnya menyadarkan ku. Ya, khayalanku akan selamanya menjadi fiksi.

Khayalan ku yang kutuangkan dalam beberapa paragraf akan selamanya menjadi fiksi. Aku sadar, kalimat kalimat tersebut tidak akan pernah menjadi nyata. Sekali lagi. Selamanya akan menjadi fiksi.

Prana menunggu Mora untuk waktu 9 tahun. Padahal ia tahu ia tidak akan pernah bisa mendapatkan Mora. Aku sadar, tidak akan ada seorang Prana di dunia ini. Orang mana yang akan menunggu orang yang ia cintai selama 9 tahun padahal ia tahu bahwa ia tidak akan mendapatkannya? Ya, khayalan itu akan selamanya menjadi fiksi.

Sementara kita berkhayal, sementara itu pula kita bermimpi. Khayalan adalah mimpi. Mimpi adalah harapan. Khayalan tidak berbeda jauh dengan harapan. Apa benar?

Harapanku, dia datang, membaca seluruh paragraf mati dari tarian kesepuluh jemariku. Dan berkata segala sesuatu tentang tarianku. Ah, tapi aku tahu itu tidak akan pernah terjadi.

Fakta itu membuat ku semakin yakin. Khayalan tidak berbeda jauh dengan harapan. Karena bahkan, harapan ku itu hanyalah sebuah harapan mati yang tidak akan pernah terjadi dalam asam manis realita kehidupan. Dan selamanya akan menjadi fiksi.

Fiksi adalah sebuah istilah sastra yang berarti tidak benar terjadi atau sebuah karangan belaka.

No comments: