17 December 2012

Great Lie

Here, have my favorite part of my own made 87 page novel...


            Prana masuk ke dalam kamarnya dan melihat ke arah kasur dengan sprei real madrid berwarna putihnya. Noda kutek merah Mora masih berbekas disana, tidak bisa hilang walau Mora sudah mencoba menghapusnya dengan alkohol. Prana menghelakan nafas panjang dan duduk di karpetnya, bersandar pada kaki kaki kasur.
            Sinar matahari senja yang berwarna oranye menembus kaca kamar Prana. Ia membuka iPhone nya dan membuka folder photo gallery. Mora. Foto Mora yang selalu muncul di layar kecil tersebut dalam berbagai gaya. Mora memang sering ikut foto foto di iPhone Prana. Aplikasi ngeditnya bagus. Begitu kata Mora.
            Biasanya Prana duduk di sana sambil ditemani Mora yang tidur tiduran di kasurnya sambil baca majalah. Atau ketika ia bermain PS bersama Pitong, Mora hanya melihat ke arah layar, ikut berteriak ketika ada salah satu diantara Prana dan Pitong mencetak gol.
            Prana menyimpan iPhone nya kedalam saku dan menghelakan nafas panjang.
            Melamun.
            Secara tidak langsung Mora menolak cinta Prana tanpa adanya sedikitpun harapan bahwa Prana bisa mendapatkan Mora di sampingnya. Hampir 5 tahun ia memendam rasa kepada Mora. Mulai dari hanya sekedar naksir, suka, sayang, dan kini ia sungguh sungguh mencintai Mora. Gak peduli bahwa Prana tahu asam manis Mora. Gak peduli sudah seburuk apa Prana bersikap di depan Mora. Mora tahu segalanya tentang Prana.
            Prana pun berdiri dan menjatuhkan seluruh barang yang ada di atas meja belajarnya.
            Sedikit demi sedikit ia meneteskan air matanya. Prana mengepalkan tangannya kuat kuat berusaha untuk tidak menangis. Cowok cengeng. Ucap Prana dalam hati. Prana langsung membuka pintu kamarnya dan berlari keluar dari rumah. Ia langsung melangkahkan kakinya menuju mobil yang terparkir di luar dan masuk kedalam nya. Ia mengemudikan mobil dengan kecepatan di atas rata rata.
            Ia tiba tiba memukul stir mobil sambil masih berkonsentrasi pada jalan. Mobil masih melaju dalam kecepatan besar. Prana mencoba menarik nafas nya dalam dalam, dan mengeluarkannya perlahan, menenangkan dirinya dan mencoba melambatkan laju mobil. Ia mengusap air matanya dengan lengannya. Ia pun mengemudikan mobil sampai ia menemukan suatu lapangan besar di daerah dago atas dengan pemandangan langsung ke kota Bandung. Prana memarkirkan mobilnya di lapangan tersebut.
            Ia keluar dari mobil sambil membawa sebatang rokok yang ada di speedmeternya sejak kemarin. Ia pun menyulutkan rokok dengan korek api Pitong yang tertinggal sambil bersender pada bagian depan mobil. Prana pun mengepulkan asap pertamanya.
            Mengingat ingat apa yang bisa membuatnya sangat mencintai Mora.
            Dimulai dari pertama kali bertemu, seragam putih biru di dalam bis. Ada di satu bangku selama satu tahun, menghabiskan waktu terakhir di SMP, duduk di sampingnya di kala terakhir Prana menggunakan bis dan seragam putih biru, masuk kedalam SMA yang sama, pertengkaran selama kelas 1 SMA karena pacar masing masing yang sama sama rese. Masuk ke kelas yang sama di kelas 2. Kelas 3. Prom Night.
            Dan sampai ia harus kuliah ke Australia.
            Prana mengepulkan asap rokoknya lagi.
            Melamun lagi.

No comments: