Dari sini lo bisa lihat pulau lombok dan pelabuhan Bangsal
Pulau Gili terdekat dengan Pantai ini
Gue dan Sarah yang banyak gaya di pantai Sire
Biaya masuk Pantai Sire ini lo hanya perlu membayar 5k untuk parkir, sisanya free! Senang ya yang gratisan. Gue berada di Pantai Sire cukup lama, karena pemandangannya indah, dan ombaknya gak begitu besar juga.
Lanjut! Setelah puas main main di Pantai Sire, gue pergi ke Villa Hantu dalam perjalanan balik menuju Senggigi. Bukan, bukan rumah hantu, melainkan gedung tua yang gak selesai dibangun, tapi punya pemandangan yang luar biasa keren dari atas. Villa Hantu ini cuma menghabiskan biaya parkir sebanyak 2k per mobil. Seperti parkir di Bandung pada umumnya. Ke Villa Hantu ini lo harus mau panas panasan demi dapat pemandangan bagus di bagian atap. Lo juga harus memberanikan diri untuk naik lewat tangga bambu untuk naik ke bagian atas karena gak ada tangga beton.
Karya anak anak Lombok. Bareng Sarah lagi, Sarah lagi.
Pemandangan dari bagian paling atas Villa Hantu, gak bisa move on.
Gue pengen loncat langsung ke laut.
Siluet ala ala
Gue sampai di Villa Hantu ini sekitar pukul tiga dan kebetulan disana sangat sangat sepi gak ada orang selain kita. Jadi bebaaaas, dan gue cukup puas berkunjung disini karena gue lagi lagi dimanjakan oleh eksotisnya pantai pantai yang ada di sekitar pulau Lombok ini.
Sangat puas dengan Villa Hantu, kita mulai kehabisan tenaga, terutama gue dan Adel sebagai supir tembak. Kita memutuskan untuk balik ke homestay.
Setelah bersih bersih dan istirahat, kita memutuskan buat pergi ke Senggigi Art Market, belanja sekalian lihat sunset di Pantai. Di Senggigi Art Market itu mereka menjual kerajinan dan baju baju pantai, harganya agak mahal, kecuali lo punya skill menawar yang sangat hebat, gue sangat beruntung punya Novi disini, karena dia jago banget nawar. Gue dan teman teman mendapatkan beberapa oleh oleh dengan harga cukup murah.
Mengejar sunset, gue dan teman teman memutuskan untuk duduk duduk di cafe cafe pinggir pantai yang ada di Senggigi Art Market. Cafe nya bervariasi, ada yang mahal, ada yang murah. Tapi overall, harganya gak begitu mahal, standard cafe di Bandung dengan harga 20k-30k. Kita memutuskan buat duduk di satu cafe, gue lupa nama cafe nya apa. Disuguhi pemandangan sunset yang cukup romantis, walau mataharinya ketutupan sama Pulau. Tapi jadi mendadak pengen di lamar aja gitu disitu. He he he. :(
Kalau langit udah mulai gelap cafe ini di terangi sama lilin lilin yang romantis gitu. Cielah.
Ini gue. Udah, gitu aja.
Langit mulai gelap, dan gue cuma bisa terus melihat ke atas sambil duduk di cafe ini. Langitnya bersih banget, gak ada awan sama sekali dan bintang bener bener terlihat terang. Gue cuma bisa menghela nafas sambil ngelihat langit itu, mendadak kangen keluarga dan pacar. Hiks, enggak tahu deh kenapa, mendadak moment of silence gitu.
Petualangan mengitari kota Mataram dimulai dari malam ini. Gue dan teman teman harus pergi ke Mataram untuk jemput Anissa, Ulia dan Ratih yang baru sampai setelah terbang dari Jogja. Mereka naik damri ke terminal damri yang ada di daerah Mandalika. Sebelumnya gue dan teman teman harus mengantar Adel ke suatu tempat, sebelum itu juga gue ketemu dengan beberapa teman teman laki laki sekelas gue di Ampenan yang lagi transit sebelum melanjutkan perjalanan ke Flores, sebelum itu juga kita dapet kesempatan untuk nyicip Sate Rembiga yang rasanya ENAK PARAH, bayangkan aja daging sapi bakar yang empuk banget pakai bumbu Taliwang. Dengan keluar uang 30k per orang, lo udah kenyang banget makan sate plus nasi, gak lupa nyicipin plecing kangkung yang pedas nya bikin cenghar. Sayangnya gue lupa nama tempat Sate Rembiga nya apa, tapi serius, must try banget kalau lo datang ke Mataram.
Setelah kenyang, ketemu teman teman sekelas dan nganter Adel, gue sebagai supir tembak langsung pergi ke Mandalika hanya bermodalkan GPS dari google maps. The result is, KITA TOTALLY NYASAR. Plus, Mataram di malam hari itu sumpah sangat sepi dan gelap. Bahkan gue sempat nyasar ke daerah komplek yang sepi banget ditambah gue sempet bingung karena kita malah nyari Terminal Mandalika, bukannya Pool Damri. Untungnya kita diselamatkan oleh para polisi yang lagi nongkrong disitu. Mereka kasih tau arah Pool Damri. Sumpah ya, dalam keadaan seperti ini lo harus berani bertanya, dan lo harus bisa baca maps. Disitu gue dan teman teman benar benar panik, sangat sangat panik, gue sebagai supir tembak udah deg degan parah, takut Ulia, Anissa dan Ratih ketakutan karena sendirian di kota yang sepi ini.
Luckily, berkat para polisi itu gue menemukan mereka di pool damri tersebut. Maafin kita ya, udah ninggalin kalian sendirian karena kita nyasar. Huaaaa :( Setelah jemput Adel, kita ber 8 balik ke Senggigi. Gue langsung mengistirahatkan kaki...sumpah gue capek banget, makasih loh Mataram.
Continue to Backpack Stories - Lombok & Bali #3 : Bukit Meresik, Tanjung Aan, & Kuta
No comments:
Post a Comment