13 December 2015

Kopi dan Teh (Prolog)

Kenya

Gue gak pernah tahu apa apa tentang kopi, sampai saat ini yang hanya gue tahu hanyalah kopi dalam kemasan, itu pun jarang sekali gue konsumsi, tidak satu minggu sekali, tidak satu bulan sekali, entahlah kapan. Gue lebih memilih untuk mengkonsumsi teh. Teh apapun itu, chamomile, jasmine, earl gray, matcha, dan bagi gue semua teh berbeda rasanya. Entah mengapa, lidah gue dapat dengan jeli membedakan bermacam macam jenis teh tanpa orang beri tahu. Gue mencintai teh, bagaimana aromanya membuat gue lebih tenang, bagaimana rasa nya yang ringan membuat gue lebih rileks ketika gue sedang dikejar kejar dengan deadline skripsi gue yang rasanya gak kelar kelar. Kebiasaan minum teh gue membuat gue gak pernah tahu apa enaknya segelas kopi hitam yang dibuat dengan filter aeropress, apa enaknya secangkir cappucinno atau cafe latte, apa segarnya sebotol cold brew, gue gak pernah tahu. Hingga gue bertemu dengan orang itu. Orang yang membuat kopi gue gak lagi sama. Orang yang membuat gue akhirnya dapat merasakan rasa manis dalam segelas kopi hitam yang sebelumnya gue tahu rasanya pahit.

Sencha

Aku cinta kopi. Tidak peduli namaku diambil dari salah satu jenis teh hijau terbaik di dunia, tapi aku jauh lebih mencintai kopi dibandingkan dengan teh. Segelas kopi hitam manual brew, secangkir picollo latte, atau bahkan hanya satu gelas kecil espresso. Aku selalu memilih kopi, tidak peduli makanan apa yang aku santap saat itu, minuman nya selalu mengandung kopi, ice caffe latte, ice macchiato dan ice ice lainnya. Entah mengapa, aku sangat menyukai wangi panggangan biji kopi dari roaster yang sedang memanggang green beans setiap kali aku datang ke dalam kedai kopi tempat aku bekerja di kota Bandung ini. Entah mengapa aku sangat mencintai bau seduhan kopi yang khas, dan lidahku mengatakan apapun kopi yang dibuat dengan susu rasanya akan sangat manis. Hal ini membuatku tidak sedikitpun terbiasa untuk mengkonsumsi teh, padahal teh merupakan minuman yang umum dikonsumsi oleh setiap orang, tapi aku tidak banyak mengkonsumsinya. Bagiku semua teh sama saja rasa dan aroma nya, sampai akhirnya aku bertemu dengan orang itu, aku dapat merasakan perbedaan rasa dari beberapa jenis teh. Sejak aku bertemu dengan laki laki itu, yang entah mengapa tiba tiba saja ada di salah satu sudut ruangan kedai kecil tempat aku bekerja. Ketika teman temannya asyik membahas kopi, ia dengan santainya menikmati secangkir teh chamomile yang padahal ku tahu tidak ada di dalam menu. Laki laki itu datang dengan teh nya, mencoba menuntunku untuk sedikit lebih tenang, dan tidak terburu buru, seperti aku yang biasanya.




No comments: