" Aku bikin,
buat kamu, soalnya aku tau, kamu paling gak bisa makan nasi pagi pagi, dan
kalau hari Senin, kamu gak bakal sempet sarapan karena kuliah fisika yang gak
bisa telat sedetikpun " Ucap Prana pelan sambil menyodorkan sekotak tupperware berwarna hijau tosca selagi
menunggu dosen yang belum juga datang.
Aku melihat ke
arahnya dan langsung dengan cepat membuka tutup kotak makan tersebut. Aku hanya
diam dan melihat ke arah Prana, lalu tersenyum. Jatuh cinta memang kadang
membuat semuanya nampak indah, bahkan 2 potong roti dengan selai kacang dan
parutan keju tanpa pinggiran, nampak seperti makanan paling enak se dunia.
Prana kembali ke meja nya, dan berbincang lagi dengan teman temannya. Pitong
belum juga datang, namun sepertinya aku tidak akan memakannya sebelum Pitong
datang, aku mau pamer.
***
Aku memasukkan sebungkus roti gandum ke dalam keranjang
belanjaan. Setelah selesai di counter
roti, aku langsung pergi mencari Aidan dan Prana yang sedang memilih spread butter untuk sandwich nya. Dari
ujung koridor etalase aku melihat ke arah mereka, Aidan sangat bersemangat
ketika Prana mengajaknya untuk langsung mencari selai tepat ketika kami masuk
ke dalam toko. Meninggalkanku sendiri yang berjalan ke etalase bagian dairy.
Prana memberikan setoples selai kacang padaku. “ Peanut butter. Your fave spread ever, with a bit of cheese with no crust “ Ucap
Prana tersenyum, dengan pembawaannya yang tenang seperti biasanya.
“ Peanut butter with
cheese? Yuck “ Aidan bergidik jijik, mendengar ucapan Prana tentang topping favoritku di tengah dua tangkup
roti tawar, sambil tangan kecilnya mengambil setoples nutella dari rak. Aku
meletakkan selai kacang tersebut dan memasukkan nya kedalam keranjang belanja.
Aidan memberikan setoples nutella padaku dan langsung pergi lagi sambil
menggandeng tangan Prana. Entah mengapa dalam hitungan menit mereka langsung
bisa jadi sangat akrab. Hal tersebut secara otomatis meningatkanku dengan Prana
yang sangat menyayangi keponakan perempuannya, yang lahir tepat di hari dimana
Prana menyatakan perasaannya padaku.
Aku terlalu terlarut dalam aliran masa lalu yang tiba tiba
saja datang mengalir di pikiranku, sehingga aku hanya diam mematung di depan
rak tinggi bagian dairy. Sambil
melihat ke arah keranjang belanjaanku.
After all this
year, ia masih ingat selera anehku, peanut butter with cheese.
***
Sambil menikmati
angin sore dago atas, dengan suasana bangunan yang sebagian besarnya dibuat
dari bambu dan kayu ini, aku meneguk tegukan terakhir kopi susu ku, sedangkan
Prana baru saja menghabiskan batang rokok ke 3 nya selama kami ada di cafe
kecil dengan suasana sunyi ini. Setelah menghitung apa saja yang baru ku makan,
aku mengeluarkan sejumlah uang dari dompet berbahan kulit ku. Namun tangan
Prana langsung menahanku.
“ Udah, aku aja
yang bayar “ Ucap Prana tersenyum dan berdiri dari tempat ia duduk. Aku hanya
melihat dia pergi meninggalkan ku, pergi ke counter pelayanan makanan untuk
membayar segala yang aku makan.
***
Aku berdiri di depan meja kasir sambil mengeluarkan
sejumlah uang. Namun tiba tiba saja Prana yang berdiri di sampingku menahan
tanganku untuk mengeluarkan uang dan mengeluarkan dompetnya. Ia dengan cepat
mengeluarkan beberapa lembar uang euro dan meletakkannya di atas meja kasir. Tanpa
berkata kata Prana memasukkan dompetnya ke dalam saku dan pergi kembali pada
Aidan yang sedang duduk di bangku depan gedung SPAR.
Setelah membayar seluruh belanjaan, aku melangkahkan kaki
ku keluar dari SPAR. Melihat Prana sedang duduk dengan Aidan, entah apa yang
Prana perlihatkan dari handphone nya, tapi Aidan terlihat sangat senang. Aku
dan Prana melangkahkan kaki kami menyusuri jalan dengan diam, sedangkan Aidan
berjalan mendahului kami, sedikit berlari, asyik dengan fantasinya yang kami tidak
tahu apa karena tidak ada sedikit celah untuk mengintip kedalam pikirannya.
“ Are you busy? “
Tanya Prana tiba tiba, aku melihat ke arahnya dan menggelengkan kepala. Prana
nampak takut kedatangannya mengganggu jadwalku hari ini. Yang sampai sore nanti
harus menjaga Aidan.
“ Engga, tapi, kita mesti anter Aidan dulu ke neneknya, because its very impossible to be with you
while I have to watch Aidan, believe me, he’s really active “ Prana hanya tersenyum kecil sambil melihat ke
arah Aidan yang sedang berlarian di jalanan yang sepi.
“ Is it okay with you?
Aku oke kok kalau kamu sambil jaga dia “ Nampak seperti Prana membaca
pikiranku, pikiran uang bayaran ku yang mungkin akan di potong hari ini setelah
aku menitipkan Aidan pada neneknya.
“ Aku yang gak oke “ Ucapku, mengingat Aidan sangat aktif,
mungkin aku tidak bisa mendapatkan conversation
yang serius jika aku ingin berbincang sambil mengawasi Aidan dengan mainan
Dinosaurus favoritnya. Untuk kali ini aku benar benar butuh suasana yang lebih
tenang. “ Can you please watch him while
I’m make a call? “ Ucapku, meminta agar Prana dapat mengawasi Aidan
sementara aku menghubungi Ibu nya Aidan. Aku terus melihat ke arah layar LCD handphone ku sambil mencari kontak ibu
Aidan sehingga aku bisa meminta izin untuk aku menitipkan Aidan di neneknya hari
ini karena kedatangan Prana yang sangat tiba tiba. Dan sangat membuatku tidak
dapat berpikir apa apa. Prana mengangguk dan langsung pergi lebih dulu dan
berdiri di samping Aidan.
Aku mencoba meminta izin pada orang tua Aidan agar aku
dapat menitipkannya di rumah neneknya untuk hari ini saja, sambil melihat ke
arah Prana yang sedang bermain main dengan Aidan. Prana dengan pembawaannya
yang tetap tenang walau sesuatu membuatnya sangat marah dapat dengan cepat
mengambil hati Aidan, ia memang menyukai anak kecil. “ You know you can cut my today’s payment “ Ucapku sambil terus
melihat ke arah Prana, fokusku terbagi dua, antara gaji ku yang akan dipotong
dengan Prana yang ada di depanku dan apa yang akan kubicarakan dalam
perbincangan kami nanti. “ I can’t leave
him he’s coming over from Berlin and gonna flight back to Berlin tonight...Okay
then, thank you.. “ Ucapku, sedikit lega karena suasana hati Ibu Aidan
sedang baik sehingga ia memberiku izin untuk bolos satu hari untuk menerima
tamu ku, Prana.
Prana melihat ke arahku sambil menggandeng tangan Aidan. Menatapku
seakan ingin tahu jawaban dari orang tua Aidan ketika aku meminta izin untuk
membawanya ke rumah neneknya.
Namun aku tidak menjawab tatapan Prana. “Aidan, is it okay if you stay at granny’s
home until your mother pick you up? I can’t take you with us for now “
Tanyaku sambil berlutut di depan Aidan. Aidan sedikit menunjukkan raut wajah
kecewa, ia langsung melepaskan genggaman tangan Prana dan mendekatiku dengan
cepat.
“ Why I can’t join you
? Keiko always join you “ Ucap Aidan. Aku melihat ke arah Prana, namun
Prana nampak tidak mendengarnya, ia hanya melihat lihat sekeliling, dan
mengambil beberapa foto dari kamera handphone
nya.
“ There’s something
we need to talk about, adults, problem, okay? Prana should going back to
Germany tonight. But you can still eat your sandwiches with me, we’re going
home, take your clothes, and we will take you to granny’s home, okay? “ Ucapku,
mencoba menghibur Aidan yang sedikit kecewa karena hari ini tidak dapat
menemaninya bermain sambil menyaksikan serial Dora the Explorer.
Aidan mengangguk, rautnya masih menunjukkan rasa kecewa. Ia
benar benar berharap agar dapat menghabiskan waktu denganku, apalagi setelah
beberapa hari tidak bertemu ketika ia liburan ke Inggris musim panas kemarin
bersama seluruh keluarganya. Aku pun berdiri sambil mengajak Aidan kembali
berjalan. Kini Aidan menggandeng tanganku erat. Aku melihat ke arah Prana. “ Congratulation, kamu udah bikin aku gak
di bayar hari ini sehingga trip ku semakin jauh lagi untuk aku raih “ Ucapku,
pada akhirnya mengatakannya pada Prana.
“ Santorini? “ Pran menebaka. Aku langsung melihat ke
arahnya, sedikit bingung mengapa ia tahu bahwa aku sedang menabung keras untuk
pergi ke Santorini, pulau impian ku untuk menghabiskan liburan musim panas
sebelum kembali ke Indonesia. Seingatku aku belum pernah memberitahunya bahwa
aku punya tabungan khusus untuk liburanku ke Yunani. “ Kamu dulu sering banget
bilang pengen ke Santorini “ Ucap Prana mendahuluiku sambil menggandeng tangan
Aidan yang satunya lagi. Aku terdiam sambil terus melihat ke arah Prana. Prana
berjalan mendahuluiku dengan pembawaannya yang tenang, seperti biasanya.
***
“ Nanti kita ke Santorini
ya? Wajib loh “ Ucapku, melendot manja pada bahu Prana. Prana tidak banyak
berbicara hari itu. Kami hanya duduk di sofa ruang belajar rumah Prana, saling
bersandar pada bahu masing masing. Ketika aku tiba tiba saja mengingat tentang
Santorini, yang kulihat sebagai latar salah satu film yang pernah kutonton.
“ Iya.. “ Ucap
Prana lembut sambil mengelus rambutku. Lalu ia mengecup keningku lembut. “
Kemana aja asal sama kamu “ Ucapnya tersenyum. Aku kembali memeluknya, benar
benar tidak bisa tidak memeluknya setiap kali ia tersenyum ke arahku.
***
Aidan dan Prana sedang asyik membuat sandwich nya di dapur sementara aku membereskan barang barang yang
akan Aidan bawa ke rumah neneknya. Sambil menjejalkan baju ganti, beberapa
mainan dan buku gambarnya, aku melihat ke arah Aidan yang betul betul terlihat
bahagia di dekat Prana. Ternyata Prana tidak bohong ketika ia mengatakan bahwa
ia menyukai anak kecil. Aku kembali ke dapur sambil membawa tas kecil Aidan yang
sudah berisi barang barangnya, lalu meletakkan nya di atas meja surface bar. Lalu Prana memberikan
padaku sepotong roti dengan isi selai kacang dan sedikit keju tanpa pinggiran.
“ Your all time
favorite, yang selalu kamu pesan setiap kita makan roti di Roti Bakar
Gempol “ Prana memberikanku setangkup roti berisi selai kacang dan keju, yang
mengingatkanku akan roti bakar favoritku di Bandung, yaitu Roti Bakar yang
berada di Jalan Gempol. Aku baru saja sadar bahwa sedikit aneh melahap sandwich
di siang hari, namun bagi Aidan, sandwich
dengan Nutella benar benar mengisi perut kecilnya hingga kenyang, walau
bagiku ini hanyalah sebuah ganjalan kecil sebelum benar benar melahap makan
siangku.
“ Danke “ Ucapku.
Prana mengangguk dan melahap potongan roti nya yang ia buat bersama Aidan,
entah isi apa, namun ia cukup cepat menghabiskannya, nampaknya ia juga sangat
lapar.
Aku hanya diam bersandar pada counter kayu di dapur sementara Prana dan Aidan berbincang bincang
entah tentang apa, aku tidak begitu memperhatikan, karena aku terus
memperhatikan Prana, sosok yang secara tidak sadar sedang aku rindukan, yang
dulu pernah singgah di hatiku selama hampir 3 tahun, dan kini datang, sebagai
seorang teman, di Belanda.
“ Tara, come on
“Aidan menarik lenganku kemejaku, aku terlalu sibuk melamun sehingga lupa aku
harus segera membawa Aidan ke rumah neneknya. Aku pun mengangguk dan meminta
Aidan untuk pergi lebih dulu bersama Prana karena aku masih harus membereskan
piring piring dan pisau yang digunakan oleh Prana dan Aidan, sehingga ia
langsung mengajak Prana untuk keluar dari rumah sementara aku mengunci pintu
pintu rumah dan menutup jendela sebelum keluar meninggalkan rumah.
Lagi lagi aku hanya berjalan di belakang mereka, melihat
Aidan dan Prana. Melihat Prana tepatnya, dari bagian belakang dimana sisi itu
yang selalu aku rindukan, dari dulu, mungkin sampai sekarang, bahu nya yang
lebar karena sempat bermain baseball di
masa SMA nya dan tubuhnya yang tingginya mencapai 170 lebih. Membuatku terlihat
seperti kurcaci jika berdiri di sampingnya. Namun Prana melihat ke arahku tiba
tiba, menangkap basah tatapan ku padanya.
“ Ayo, nanti ketinggalan “ Ucap Prana sambil tersenyum ke
arahku. Aku tersenyum dan menganggukkan kepalaku lalu melangkah lebih cepat
menghampiri Prana dan Aidan.
(Continue to Part 3)
No comments:
Post a Comment