Bukannya kalau tugas akhir tuh nyantai ya kan tinggal bimbingan? Sama kan kaya skripsi? Udah bab berapa emang? Tugas akhirnya tentang apa? Ngejar wisuda kapan? Ngejar sidang akhir kapan? Kok banyak banget sidangnya? Kenapa bokek terus?
Ini adalah pertanyaan pertanyaan yang sering banget gue dengar dari orang orang sekitar ketika mereka tau bahwa aku sedang Tugas Akhir dan jujur aja kadang gue agak males ngejawabnya, bukan karena sombong atau apa. Tapi...menceritakan kisah panjang tugas akhir gue mulai dari Sinopsis sampai Sidang Akhir itu terlalu panjang untuk diceritain. Serius gak bohong.
Mahasiswa Arsitektur atau Desain atau mahasiswa jurusan lain yang menghabiskan waktu kuliahnya di studio pasti ngerti deh kalau apa yang kita kerjakan di akhir semester beda sama jurusan jurusan lainnya. Dari namanya aja udah beda, kita Tugas Akhir, jurusan lain Skripsi.
Gue have no idea banget kalau Studio Tugas Akhir akan seberat ini..hiks. Kok berat? Kan tinggal bimbingan bimbingan. Berat di duit...yang lain juga berat kok harus print buat bimbingan sampe beratus ratus lembar. Berat di waktu...yang lain juga berat kok harus mengerjakan 5 bab selama satu semester. Berat di lainnya...yang lain juga berat kok, namanya juga mahasiswa tingkat akhir. Benar juga ya, kadang gue seringkali berfikir gitu. Wong namanya mahasiswa tingkat akhir nggak ada bedanya.
Tapi balik lagi ke pertanyaan di paragraf pertama. Dan gue akan mencoba untuk menjawab FAQ tentang tugas akhir nya mahasiswa arsitektur.
Bukannya kalau tugas akhir tuh nyantai ya kan tinggal bimbingan?
Tidaaaaaaak.......di jurusan kami kita harus hadir di studio setiap hari Senin-Jumat pukul 8 pagi-5 sore. Which is kalau bulan puasa berarti ngabuburit di studio (persiapan menghadapi itu). Kenapa gitu? Memang aturan dari sananya yang berhadap kita bakal produktif dan ngerjain produk produk Tugas akhir di studio, padahal mah..gabut di studio karena udah kepalang bosan sama kampus. Ditambah lagi masih ada kuliah Tugas Akhir setiap hari Rabu yang jam jam nya gak tentu. Dan khusus untuk kasus gue yang mendapat pembimbing yang lumayan bikin jiper..ada jadwal asistensi setiap hari Senin dan Kamis jam 8 sampai jam 11.
Bolos aja! Datang pas bimbingan aja..
Sekali kali bisa bolos sih, tapi tetep harus datang kekampus jam 8, absen dan datang lagi jam 5 sore untuk absen pulang. Tapi kalau tiba tiba ada sidak, dosen ngecek ke meja dan kitanya nggak ada bisa jadi absen seharian di cross, jatah absen kepake karena bolos dan ketika memang gabisa datang gak punya jatah lagi, ujung ujungnya gue gak bisa sidang. Jadi...lebih baik stand by dulu dikampus. Yang mau ajak main malam aja ya..kalau lagi gak menjelang deadline..
Tugas Akhir sama kan kaya skripsi?
Sama sama enggak sih....sebetulnya sebelum menjalaniTugas Akhir kita udah ngejalanin yang namanya mata kuliah Seminar, sama sama sih, 5 bab penelitian pakai variable dll which is not really my thing. Tapi dikerjakannya perkelompok dengan anggota 3-4 orang. Nah kalau tugas akhir ada 4 tahap yaitu:
1. Sinopsis : kaya proposal, mau bikin apa untuk tugas akhir, dengan tema apa dan fungsi apa. Tapi tipologinya ditentukan oleh kampus (untuk kampusku sih gitu)
2. Planning Programming: analisis, isinya teori, dan analisa lokasi proyek, analisa fungsi, analisa peruntukan, aktivitas, ruang yang dibutuhkan, sampai ke konsep dasar perancangan.
3. Skematik: desain. Denah, potongan, tampak dan lain lainnya. Pokonya hasil rancangan dalam blueprint dan 3d digital.
4. Opzet: laporan (walau tugas akhir teteup ada laporan 5 bab), bikin maket, revisian semua produk sebelumnya, bikin portofolio, bikin x banner, print gambar, persiapan sidang akhir, dan bikin e-journal.
Begitulah kira kira 4 tahap yang harus ditempuh selama empat bulan ini. Makanya, kalau gue bilang beda..ya emang beda bukannya mau sombong....
Udah bab berapa emang?
Lagi tahap Planning Programming, penjelasan lihat ke pertanyaan nomer 2.
Tugas akhirnya tentang apa?
Fungsinya galeri, lokasinya di Jakarta, temanya aplikasi karakteristik a.k.a Design Presedent
Ngejar wisuda kapan?
Tentu saja oktober, karena kampusku hanya ada dua periode wisuda, Maret dan Oktober.
Ngejar sidang akhir kapan?
Gak ngejar..semuanya sudah terjadwal. Pokoknya harga mati tanggal 15 Agustus harus selesai sampai tahap 4, kalau enggak ngulang lagi dari awal di semester depan. Dengan tipologi dan fungsi baru. Mulai dari 0 lagi. Tetep harus masuk studio setiap hari. Kan males...
Kok banyak banget sidangnya?
Karena tahapan nya juga ada 4...jadi sidangnya 4 kali. Sidang sinopsis, sidang planning programming, sidang skematik, dan bukan sidang opzet tapi sidang akhir. Kenapa ada banyak? Amit amit sidang 2 gak lulus itu berarti gak bisa lanjut, ya ada sistem gugur gitu. Gunanya untuk reduce peserta peserta yang enggak serius ngerjain Tugas akhir.
Kenapa bokek terus?
Pengeluaran selama tugas akhir itu 3 kali lipatnya pengeluaran studio perancangan per semester seperti biasanya. Gue coba bikin breakdown nya.
1. Tahap sinopsis: biaya studi banding (transportasi, gue plus akomodasi karena lokasi ada di jakarta), studi lokasi (transportasi dan akomodasi), nge print 30-40 halaman, 2 copy setiap bimbingan dan 3 copy pas sidang, semuanya A4, masih bisa ngarenghab.
2. Planning Programming: biaya studi banding dan lokasi (soalnya kadang data kurang, jadi ini yang kedua kalinya), print bimbingan 30-40 halaman, 2 copy di A4, yang satu warna yang satu hitam putih, mau ngarenghab tapi bimbingannya seminggu dua kali, biaya print sidang 40-60 halaman di A3, satu copy sih tapi selembarnya 2000. Tq. Oh ya, tambah biaya kalau ngeburuhin temen yang bantuin. Soalnya kalau sendiri kayanya ga kekejar (gue sih)
3. Skematik: biaya nge print bimbingan dan A3, tapi cuman 15-16 lembaran. Ini agak murah.
4. Opzet: ini paling mahal. Print A3 untuk sidang akhir sekitar 20-30 lembar, berwarna. Print laporan 5 bab plus jilid hard cover, biaya bikin x banner yang kaya di pameran pameran. Bikin portofolio A2, harus bisa dipajang. Dan paling bikin bangkrut adalah.....bikin maket! Harga paling murahnya cari aja sendiri karena bahkan untuk menulisnya gue tidak sanggup.
Kira kira begitulah kehidupan sidang akhir gue......capek nulisnya jadi kepikiran. Jadi pengen cepet ngerjain.
Udah dulu ya.
-Rauda, dan Planning Programming
18 April 2017
23 September 2016
One Place Called "Jalan Ambon no. 16"
Hello pals, I hope all of you had a great day ahead for today.
I should be write the 6th part of my travel review post but I had something I really want to write after look into Hadi's snapchat updates. For information, Hadi is one of my friend that I met in the place that I'm gonna describe in this post.
La Picolla Italia. Letaknya ada di Jalan Ambon, enggak jauh dari pusat kota, pusat keramaian Kota Bandung, dan enggak begitu jauh juga dari kampusku di bilangan Cikutra. Pertama kali gue datang kesana adalah ketika La Picolla Italia baru pindah dari kedai lama nya di bilangan Telkom University yang terletak di Dayeuh Kolot. Keadaan cukup ramai waktu itu, gue pergi kesana dengan Gema, dalam rangka untuk mendukung Phile yang merupakan salah satu pemilik kedai kecil di Jalan Ambon ini.
Tidak disangka gue ketemu juga dengan banyak orang yang sebelumnya pernah gue temui sebelumnya di kedai kedai kopi lain seperti Yudhis, Rizal, Romo, Tebe dan Gembul yang ternyata mereka kini jadi deretan barista di kedai ini (termasuk Phile).
Minuman pertama yang gue pesan disini adalah Moccachino dengan jargon yang Phile katakan yaitu The Best Moccachino in Town. Gue enggak tahu siapa yang bikin waktu itu, but rasanya sangat enak enak enak! Walau harus sedikit menunggu lama gara gara hari opening itu kedai sangat penuh. Karena dekat dari kampus dan juga tempatnya cukup enak, setelah itu gue jadi sering kesini apalagi kalau ada Gema, gue pasti kesini.
Karena terlalu sering kesini gue juga jadi ketemu beberapa orang baru (lagi) salah satunya adalah dua anak SMA (dulu masih SMA, sekarang mereka alhamdulillah udah lulus) bernama Ressel dan Hadi. Yang gak tahu kenapa setiap gue datang ke kedai mereka pasti aja ada. Pokoknya gue sering banget datang kesini, ada kali 3-4 kali seminggu. Dari hari Senin-Jumat, hari favorit gue adalah Rabu pagi, kadang gue bolos kuliah dan pergi kesini di hari Rabu, terlebih lagi yang shift nya adalah Phile. Jadilah gue kuncen berdua dengan Phile, cuman duduk duduk ngobrol di spot favorit: SOFA (yang kini sudah tiada). Gue inget juga di hari Rabu pagi adalah pertama kali gue kenalan sama Dwiki yang bakal jadi barista juga di kedai.
Nggak lama kemudian mereka merayakan ulang tahun mereka yang kedua di tempat baru. Gue datang ke kedai hari itu, dan kedai cukup ruamaaai, karena ada pemutaran film dokumenter tentang kopi. Nobar lah kita dengan sangat berbanyakan di kedai kecil ini.
I should be write the 6th part of my travel review post but I had something I really want to write after look into Hadi's snapchat updates. For information, Hadi is one of my friend that I met in the place that I'm gonna describe in this post.
La Picolla Italia. Letaknya ada di Jalan Ambon, enggak jauh dari pusat kota, pusat keramaian Kota Bandung, dan enggak begitu jauh juga dari kampusku di bilangan Cikutra. Pertama kali gue datang kesana adalah ketika La Picolla Italia baru pindah dari kedai lama nya di bilangan Telkom University yang terletak di Dayeuh Kolot. Keadaan cukup ramai waktu itu, gue pergi kesana dengan Gema, dalam rangka untuk mendukung Phile yang merupakan salah satu pemilik kedai kecil di Jalan Ambon ini.
Tidak disangka gue ketemu juga dengan banyak orang yang sebelumnya pernah gue temui sebelumnya di kedai kedai kopi lain seperti Yudhis, Rizal, Romo, Tebe dan Gembul yang ternyata mereka kini jadi deretan barista di kedai ini (termasuk Phile).
Minuman pertama yang gue pesan disini adalah Moccachino dengan jargon yang Phile katakan yaitu The Best Moccachino in Town. Gue enggak tahu siapa yang bikin waktu itu, but rasanya sangat enak enak enak! Walau harus sedikit menunggu lama gara gara hari opening itu kedai sangat penuh. Karena dekat dari kampus dan juga tempatnya cukup enak, setelah itu gue jadi sering kesini apalagi kalau ada Gema, gue pasti kesini.
Karena terlalu sering kesini gue juga jadi ketemu beberapa orang baru (lagi) salah satunya adalah dua anak SMA (dulu masih SMA, sekarang mereka alhamdulillah udah lulus) bernama Ressel dan Hadi. Yang gak tahu kenapa setiap gue datang ke kedai mereka pasti aja ada. Pokoknya gue sering banget datang kesini, ada kali 3-4 kali seminggu. Dari hari Senin-Jumat, hari favorit gue adalah Rabu pagi, kadang gue bolos kuliah dan pergi kesini di hari Rabu, terlebih lagi yang shift nya adalah Phile. Jadilah gue kuncen berdua dengan Phile, cuman duduk duduk ngobrol di spot favorit: SOFA (yang kini sudah tiada). Gue inget juga di hari Rabu pagi adalah pertama kali gue kenalan sama Dwiki yang bakal jadi barista juga di kedai.
Rabu pagi kosong dan sepi. Tapi adem. Duduknya di sofa sebagai spot terbaik dan selalu di perebutkan sambil nonton atau ngapain aja.
Jajaran barista dan owner, dari kiri ke kanan Gembul-Rizal-Yudhis-Tebe-Dwiki-Phile-Romo.
Setelah itu gue masih sering juga datang, tapi karena satu dan lain hal, sehabis ulang tahun ini gue jadi agak jarang, intensitasnya berkurang jadi 2-3 kali seminggu lah ya. Tapi tetep gak pernah absen setiap minggunya. Gue juga ketemu makin banyak orang, Vera, Fajar, dan yang lain lain yang pernah gue sebut di post gue yang tentang kopi kopian juga. Ini kedai udah layaknya rumah, keluar masuk bar juga bebas banget, mau ambil minum ya ambil aja, kadang gue datang ke kedai cuma numpang duduk juga, gak beli apa apa. Atau numpang makan, atau ngerjain tugas. Atau main kucingnya Ressel. Atau cuma ya melakukan hal hal bodoh dan nyanyi nyanyi lagu sunda. Pokoknya emang sumber hiburan gue pada masa itu adalah tempat ini.
Didalam bar, sambil cupping deh ini kalau gak salah.
Isal dan Ko Andre. With love.
Sayangnya kami gak bertahan lama ada disana, setelah furniture dirubah jadi bukan kursi pendek meja pendek dan sofa nya menghilang (sedih), gue, Ressel, Fajar, dan Vera pindah ke Bee's Knees mengikuti Gema yang kerja di sana, dan emang teman teman gue yang dulunya nongkrong di Lapi juga udah mulai sibuk sama kerjaannya masing masing. Intensitas gue datang kesana semakin berkurang, bahkan mungkin jarang.
Gue mulai datang lagi ke La Picolla setelah Bee's Knees disayangkan harus tutup untuk sementara dan karena gue punya sedikit urusan asmara yang numpang lewat. Hehe. Oh iya, dalam keadaan juga barista Lapi berkurang dua yaitu Rizal dan Gembul, digantikan sama Mamat dan Iid.
Seiring berjalannya waktu, Dwiki sudah gak ada lagi disana, begitu juga dengan Mamat dan Iid. Gue udah semakin jarang ke Lapi, teman teman gue yang dulu sering kumpul di Lapi sudah tersebar, gue datang ke Lapi kalau memang cuma benar benar ada urusan atau pengen numpang wifi, atau sekedar ngobrol sama Phile yang lagi shift. Urusan asmara gue juga beres di tempat itu, membuat gue memang benar benar gak ada alasan lagi untuk datang kesana kecuali memang penting.
Beberapa hari yang lalu gue mendengar bahwa Lapi akan tutup dan pindah dari Jalan Ambon dalam waktu satu minggu. Satu minggu loh, ya, itu dari update snapchat nya Hadi. Terus gue jadi flashback deh, dan akhirnya menulis post ini. Hehe.
Kenapa ya? Kalo di bahasa sunda nya "asa sedih" gitu, mungkin karena ruang kecil di Jalan Ambon itu punya cerita dan impact yang cukup besar buat kehidupan semester 5 dan 6 gue yang cukup berat dijalani sendiri tanpa dukungan dan hiburan dari teman teman gila yang bisa bikin gue happy. Rasanya pengen balik lagi ke masa dulu, datang ke kedai, lalu langsung lari duduk di sofa kalau sofanya kebetulan kosong, duduk di sofa, pesan Lemon Vanilla, lalu dengar Rizal, Ressel dan Gema main gitar sambil nyanyi High Hopes nya Kodaline sebagai lagu kebangsaan, jalan dikit ke bar, lihat Gembul tiduran di lantai kardus beralaskan sajadah, lalu gak lama kemudian si Romo dan Tebe datang dan gak mungkin enggak ngejailin gue dan Una yang sama sama gelian banget, lalu cerita cerita sama Reski dan Vera, sambil dibumbui ekspresi ekspresi Fajar, lalu nemenin Phile yang lagi shift sendirian, rebutan sofa sama Acong dan Opik, dan gak lama kemudian datang Om Jojo yang datang setiap hari cuma buat makan bistik, lalu rame rame pesen Sugeng Rawuh karena apapun minumannya makannya Sugeng Rawuh bersama Anakin Skywalker sebagai chef nya dan lain lain!
Doh, jadi curhat. Hehe.
Pesan terakhir gue, terimakasih sudah memberikan sebuah rumah di masa masa gue lagi butuh banyak dukungan karena kuliah dan urusan lainnya yang memenuhi otak gue, gak tahu deh kalau gak ada teman teman dari La Picolla Italia rasanya kuliah gue akan semakin beraaaat sekali. Terimakasih juga gue jadi punya banyak experience disini, ya termasuk kisah asmara yang cukup rumit hahaha! Tetap jadi tempat yang asyik dan hangat, tetap jadi tempat berkeluh kesah tangis canda dan air mata (lah!), tetap jadi tempat yang ueeenaaak dan bikin betah di tempat baru nanti. Sukses selalu, La Picolla Italia!
Spot enak kedua, tangga Gema. Hidup Sugeng Rawuh!
04 September 2016
Backpack Stories - Lombok & Bali #5 : Gili's Nightlife dan Bandara I Gusti Ngurah Rai!
Masih hari yang sama seperti kemarin, tapi bedanya sekarang gue mau cerita tentang night life di gili trawangan. Gue cukup beruntung karena memilih bar yang tepat, bukan memilih sih, tapi lebih tepatnya adalah dipilih. Kenapa? Jadi gue cerita dulu ya, di gili itu ada jadwal 'party' setiap malamnya, sebelumnya gue pernah baca ini di salah satu blog orang sih...itu kenapa gue tahu. Hehe. Berikut adalah jadwal 'party' di Gili Trawangan dikutip dari blog pribadinya The Drinking Traveller
The Nightly Parties & Where to Catch ThemSome of the major bars on Gili T have a kind of oligopoly over the island’s late-night nightlife, with “the party” doing the rounds every week. Don’t miss out on the action. Unless you’re there for Ramadan, when things are a bit different, this’ll be your bible for the season:
- Monday night – Blue Marlin
- Tuesday night – Trawangan (Beach) Cottages
- Wednesday night – Tir Na Nog (“the Irish”)
- Thursday night – Sama Sama + Pool party at Gili Hostel + Quiz night at Trawangan Dive (Bar)
- Friday night – Surf Bar + Rudy’s
- Saturday night – Sama Sama
- Sunday night – Evolution + Ladies’ night at the Irish
Kebetulan, malam itu gue ada di gili di Friday night *langsung dengerin Katy Perry - TGIF* sehingga malam itu, mengikuti keramaian kita memutuskan untuk pergi ke Rudy's Bar yang gak jauh dari night market.
Oh iya, sebelum pergi ke 'party', gue makan malam di Night Market, apa sih itu? Jadi night market itu kaya pasar malam lagi yang diadakan setiap malam yang lokasinya ada lapangan serbaguna di jalan ke arah Sunset Point, ikutin aja arah keramaian, kebetulan malam itu bagian sana lagi rame, jadi gue tinggal jalan kaki kesana mengikuti orang orang. Gue keluar dari homestay pada pukul 8 malam karena menunggu hujan reda and guess what, jalan di depan homestay gue banjir se mata kaki! Tapi kita tetap pergi karena gak mau kehilangan pengalaman malam hari di Gili Trawangan yang katanya emang Ibiza nya Indonesia.
Hujan masih sedikit mengguyur ketika kita sampai di Night Market, tapi hujan itu gak membuat Night Market menjadi sepi. Datanglah kita di Night Market, first impression sih, makanan nya nampak murah murah..tapi ketika kita beli...thanks! Harganya cukup mahal dikatong, sedih. Gue makan di salah satu penjual disitu, gue menikmati Ayam Bakar Madu pakai nasi dan minum es teh tawar dengan harga 35k. Hiks, rugi gak sih, sementara dikampus gue nasi ayam serudeng pake sambel dan gratis air putih aja harganya 13k. Tapi gak apa apa sekali kali..hehe. Sayang banget gak ada fotonya, paling ada foto gue.
Gak penting banget ya.
Setelah makan, sekedar jalan jalan (berharap ketemu bule ganteng yang snorkeling bareng sama gue walau ternyata gak ada) akhirnya pada pukul 10.30 malam, gue dan teman teman langsung pergi ke Rudy's Bar, tempatnya cukup enak, serius. Meja meja kayu di pinggir pantai, gazebo gazebo yang ngelilingin dance floor yang lantainya langsung pasir pantai. Sayang gue gak punya foto bagus ketika disini, yaa...I'll tell you why.
Yang lampu lampu biru itu adalah lampu di dance floor beralaskan pasir pantai. Di sekelilingnya ada set up gazebo dalam ruangan yang kebetulan udah penuh. Tempat gue duduk adalah meja dan kursi kayu yang menghadap langsung ke pantai, kebetulan juga ketika gue lagi duduk disana gue melihat beberapa orang lagi skinny dip. Rezeki.
Gue gak hafal lagu lagu apa aja yang dj itu mainkan, tapi yang gue tahu pasti bukan lagu lagu EDM macem di tempat tempat sejenis yang ada di kota Bandung. Setelah itu si home band kembali naik ke atas panggung, dan mereka membawakan lagu Kids nya MGMT, dan kami semakin happy.
Disitu juga kita ketemu sama beberapa orang, orang pertama adalah laki laki yang kita sebut 'Barbados' yang ternyata berasal dari India. Ada sedikit cerita lucu tentang kita dan si barbados yang gak bisa diceritakan disini, pokoknya terlalu konyol. Dan entah kenapa si barbados itu blending bgt sama lokal lokal yang udah mulai mabok karena mushroom. Gue udah pernah cerita kan kalo disini mushroom dijual kayak warung jual permen? Jangan aneh kalau ketemu orang orang aneh yang mulai mabok bawa gelas berisi air dengan rumput rumput ngapung.
Gue dan beberapa temen temen gue juga sempet diganggu si lokal lokal ini, reminder, ketika kita pergi ke party di sini, mereka pasti ada dan selalu ngedeketin cewek cewek pribumi, gak aneh kalau akan agak risih karena emang mereka sedikit menakutkan, triknya adalah, langsung ngedeketin bule yang ada di deket lo, dan niscaya si lokal itu akan sedikit menjauh. Walau ada juga beberapa yang malah sksd sama si bule, kalau udah risih banget, pergi dulu ke meja lo, dan kembali lagi ketika si lokal udah punya temen bule lain.
Next, orang yang gue dan teman teman temui adalah seorang bapak bapak bule umur 40 an yang udah lama tinggal di Malang, guess what apa yang dia pakai malam itu....jersey arema! Si bapak ini juga merupakan salah satu pelindung kita dari lokal lokal gak jelas.
Dan terakhir, ehek. Seromantis romantisnya pertemuan emang gak ada romantisnya kalau ketemu di bar. Ini pelindung utama gue, gue malah sampai bilang ke dia kalau gue takut sama lokal lokal gak jelas yang coba ganggu. MAN, I met an Sudan guy who lived in Malaysia for three years. Mungkin ini salah satu faktor kenapa malam itu gue gak mengambil banyak foto...ehek terlalu fokus sama laki laki satu ini. Perawakannya kayak Redfoo nya LMFAO, tapi lebih kurus (dan lebih ganteng), tingginya jauh melebihi gue, pokoknya gue se pundak dia yang bikin dia mesti membungkuk kalau bicara sama gue. Yang gue ingat pertemuan kita itu ketika kita sama sama senang pas home band mulai nyanyiin lagu nya Arctic Monkeys - When Sun Goes Down. Nama dan umur disamarkan pokoknya umurnya gak beda jauh sama gue, termasuk apa yang gue bicarakan dengan dia juga dirahasiakan. Ternyata dia cowok yang gue temui waktu gue lagi jalan jalan ke Sunset Point, dan pikiran pertama ketika gue ngeliat cowok itu sore tadi gue blg "pengen punya temen yang rambutnya kayak dia" and my wish granted.
Enggak, gak ada lanjutan apa apa dari hubungan ini, jadi kenangan aja. Kita juga gak tukar kontak sama sekali. He he. Gue sedikit menyesal sih, karena temen gue si Carissa bilang padahal orang Sudan pinter matematika and the rest is..you know what it is. Tapi tetep happy kok karena ketemu orang baru.
Bentar...kok gue jadi cerita gak jelas. Padahal kan tujuannya review? Hehe! Singkat cerita gue pulang ke homestay pada pukul 1.
Okay okay, intinya sih gue suka disini. Gak harus tampil glamour head to toe kaya kita pergi ke diskotik di kota kota besar, kebanyakan orang orang datang kesini cuma pakai kaos, kemeja pantai, celana pendek, atau baju pantai aja, bahkan gak usah pakai sepatu juga gak apa apa toh selama kita di dance floor mayoritas orang orang bule maupun pribumi joged joged sambil nyeker, gak usah dandan dandan pakai dress atau gimana, berpakaian senyaman mungkin aja, kalo kata temen gue orang orang di Gili itu biasanya adalah traveller traveller yang hippies dan itu memang terbukti. Dan disana gue merasa kalau semua orang rasanya gather around aja gitu, suasananya juga lebih hangat dan pantai banget, ditambah lagi orang orangnya gak begitu wild dan aneh seperti di Bali (nanti akan gue ceritakan pengalaman gue pergi ke sebuah night club di Bali dan apa yang gue lihat disana). Bagi orang kaya gue sih, party kaya gini cocok banget. When simplicity makes you happier than others.
Day 5: Goodbye Lombok.
Setelah tidur, gue bangun pada pukul 7 pagi, dan kebetulan temen temen gue belum pada bangun, gue sedikit menyesal karena gak ambil banyak foto selama ada disini, pagi itu gue pergi dan ngunci temen temen gue didalam kamar, kunci dari luar lho, serius. Dan gue jalan jalan dengan sepeda di pagi hari Gili yang sepi banget...ketika gue tanya tanya sama orang sekitar, emang ternyata party semalam baru selesai pukul 4, gak heran kalau pukul 7 masih sepi.
Gue juga datang ke Rudy's pagi itu, and its really a big mess, ingin bantu mas mas yang bersih bersihnya. Tapi apa daya gue lagi liburan jadi gue memilih untuk tidak bantu. Hehe.
Bekas keganasan tadi malam
Becek karena hujan semalam.
Beli kopi di salah satu warung, terus harus buka sepatu. Kyuuuut!
Siang ini gue dan teman teman meninggalkan Gili karena mengejar pesawat untuk ke Bali pada pukul 5 sore. Hiks. Setelah beres beres dan check out dari homestay gue dan teman teman makan siang di salah satu Dive Club bernama Diversia. Harganya...ya..standar cafe. Tapi mereka punya Banana Smoothies yang enak tenan seharga 35k. Fyi, yang punya nya bule ganteng banget. Iya iya, lebay mesti di bold, habis gimana lagi, di Gili emang bertebaran bule bule ganteng mulai dari asia sampai amerika.
Sedotan nya kertas, dan pemandangannya adalah bule bule yang lagi belajar diving.
Naiklah kita ke public boat pada pukul 1 siang dan ninggalin Gili Trawangan, hiks. Berat banget, gue sempet pengen ganti jadwal pesawat dan tinggal di Gili lebih lama, tapi apa daya semua penginapan dan transportasi di Bali udah di book sedemikian rupa.
Ketika kita sampai di pelabuhan Bangsal, sudah ada penjemput dari Surya Rent Car bernama Bli Tobi! Dengan menaiki avanza dan membayar 300k untuk ber 8 (ini udah termasuk supir, bensin, dan penjemputan di Pelabuhan Bangsal dan diantar langsung ke Bandara Praya), kita meninggalkan Senggigi dan bertolak ke Mataram untuk belanja oleh oleh. Bli Tobi adalah driver yang recommended bgt, dia baik banget kasih tau kita tempat oleh oleh di Mataram, dan gak ngeburu buru kita untuk cepet cepet ke Bandara, dia malah nawarin mau jalan jalan dulu atau enggak karena flight kita masih lama dan kemungkinan delay sangat besar. Dia juga gak banyak omong, tapi pas diajak ngobrol selalu ngewaro. Pokoknya kalau gue ke Lombok lagi gue harus di supiri sama Bli Tobi lagi.
Kita kepagian sampai di Bandara, waktu menunjukkan pukul setengah 4 sore ketika kita flight pukul 5.20 sore. Jadi Bli Tobi rekomendasiin kita makan nasi puyung di dekat Bandara. Makanlah kami bersama bli tobi, harganya sama seperti Nasi Puyung di perjalanan gue ke Pantai Tebing, cuma 10k per porsi namun dijamin kenyang.
Rupa dari nasi puyung dekat Bandara
Bli Tobi, jomblo. Tapi selama di perjalanan di telfon terus, gak tahu sama siapa. Tapi kayaknya cewek sih.
Setelah itu kita ucap salam perpisahan ke Bli Tobi, sedih dong, tidak lupa berterimakasih sama Bli Tobi karena udah sangat merepotkan dan akhirnya kita meninggalkan Lombok untuk melanjutkan liburan ke Bali!
Continue to Backpack Stories - Lombok & Bali #6 : Legian, Padang Padang Beach, Seminyak
03 July 2016
Backpack Stories - Lombok & Bali #4 : Gili Trawangan
Day 4: Pelabuhan Bangsal, Gili Trawangan, Gili Air, Gili Meno.
Pagi ini gue dan teman teman harus bangun lebih pagi, selain nge cek apakah semua barang udah kita pack, kita juga udah memesan tiket shuttle bus untuk berangkat ke Pelabuhan Bangsal. Tiket shuttle bus ini sudah termasuk dengan tiket menyebrang ke Gili Trawangan menggunakan public boat. Shuttle bus + one way public boat ini hanya seharga 50k per orang, keuntungan lainnya shuttle bus nya akan menjemput di penginapan. Shuttle bus ini juga kita dapat dari Pak Surya, selain menyewakan mobil, Pak Surya juga memiliki jasa transport untuk pergi ke Pelabuhan Bangsal atau destinasi lainnya di Lombok. Ini terhitung sangat murah, terimakasih kepada Novi karena udah menawarkan harga di Pak Surya *skill menawar harus benar benar dipakai selama di Lombok, biar irit.
Shuttle bus yang berupa mobil carry berkapasitas dua belas orang itu menjemput kita di Ressa Homestay pada pukul setengah delapan pagi, masih sangat ngantuk, tapi harus segera berangkat dan check out. Agak sedih harus pisah dengan Ibu Kaori, rasanya kalau ada Ressa Homestay di Gili Trawangan, gue juga akan memutuskan untuk menginap disana. Hiks. Setelah pamitan dengan Ibu Kaori, gue dan teman teman langsung meluncur ke Pelabuhan Bangsal. Perjalanan memakan waktu cukup lama, tapi gak terasa karena gue menghabiskannya dengan tidur. Yang lucu, di dalam shuttle bus ini ketika kami naik sudah ada sepasang suami istri sekitar umur 60-70 an, mereka katanya mau menyusul anaknya di Gili, setelah ngobrol lebih jauh, ternyata mereka juga berasal dari Bandung. Gak tahu kenapa gue sih happy banget bisa ketemu dengan orang sekampung, akhirnya gue dan Anissa ngobrol cukup banyak dengan mereka, sebelum akhirnya gue tidur.
Sampai di Pelabuhan Bangsal, gak lama menunggu gue langsung naik ke atas kapal public boat. Naik public boat ini lo akan naik bareng dengan penjual sayur dan lain lain, ya maklum lah ala ala backpackers, tapi gak sedikit juga turis lokal yang memilih untuk naik perahu kayu ini jika dibandingkan dengan naik fast boat yang dibandrol 80k per kepala satu kali jalan. Tapi perahu ini aman kok, asyik juga karena bisa ketemu dengan orang orang baru.
Oh iya, gue mau cerita sedikit sebelum melanjutkan cerita ke Gili, pada dasarnya gue ini orangnya suka banget ketemu orang baru, apalagi kalau orangnya welcome sama kita, jadi jangan kaget kalau di perjalanan Gili ini mungkin lo akan berfikir gue banyak banget SKSD sama orang. Hehe. Karena The perks of travelling buat gue adalah meeting someone new.
30 menit di perahu dan kita sampai di Pelabuhan Gili Trawangan. Hal pertama yang gue pikirkan ketika gue sampai di Gili: "Ini gue di Indonesia apa bukan ya?". Turis lokal bisa dihitung jari, dan Gili Trawangan pada saat itu sangat ramai, entah karena gue sebelumnya bermalam di Senggigi yang sepi, gak tahu. Pokoknya pribumi yang gue temui paling banter adalah yang menyewakan snorkeling dan jaga toko. Setelah sedikit culture shock, akhirnya gue membuka maps dan mencari Andi Homestay, penginapan yang sudah gue pesan melalui booking.com dua minggu sebelum keberangkatan.
Eh, gue mau kasih sedikit tips tentang main ke Gili. Reminder, di Di Gili gak ada kendaraan ber knalpot, cuma ada sepeda dan cidomo a.k.a delman yang harganya cukup mahal per kepala. Untuk trip yang nyaman gue akan saranin beberapa tips:
1. Pakai backpack: kenapa? Jalan di gili gak mulus karena gak diaspal, dorong dan tarik koper sedikit repot apalagi di jalan lo bakal nemuin beberapa bolong bolong jalan tanah dan, pelabuhannya gak sebagus yang lo kira. Repot banget kalau harus angkat koper dari perahu ke daratan, ujung ujungnya lo harus keluar biaya lagi untuk porter. Jadi kalau gue saran sih, kalau mau main ke gili lebih baik backpacker an aja.
2. Siapin uang cash: karena niscaya atm akan nguantriii apalagi kalau sudah mulai malam. Atm juga gak banyak, paling satu per bank, plus beberapa atm jauh juga dari homestay homestay yang ada di bagian tengah pulau. Jadi mending dari lombok siapin dulu cash kalau gak mau repot.
3. Pakai celana pendek, untuk yang pakai kerudung siapin celana tambahan: karena turun dari perahu itu lo harus menghadang juga yang namanya ombak pantai yang gak akan berhenti sehingga otomatis celana lo akan basah kalau lo pakai jeans panjang. Buat yang berkerudung mau gak mau pasti celana akan basah sehingga harus siapin celana tambahan untuk disana. Saran dari gue juga sih jangan pakai rok. Gak nyaman, di gili lo akan menghadapi berbagai rintangan fisik seperti angkat tas, sepedahan, dan jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh. Apalagi kalau lo nyasar pas nyari homestay (itu gue dan temen temen gue. Hehehe)
4. Pakai sendal: Jangan sekali sekali pakai sepatu dalam perjalanan kamu ke gili. Ini serius, gue mengingatkan kalau lo gak mau sepatu lo terendam air. Kalau untuk jalan jalan di pulau nya sih its okay.
5. Siapin mata: siap siap untuk lihat bule bule berbikini atau bule bule topless naik sepeda, siap siap untuk lihat bule bule skinny dip di malam hari, dan siap siap lihat banyak bule make out di beberapa tempat umum. Gue mengingatkan ini sebelumnya takutnya lo culture shock ketika datang ke Gili. Jangan kaget dan jangan aneh, budaya barat lebih mendominasi di sini kalau dibandingkan dengan budaya timur.
6. Bawa abon dan makanan cepat saji yang bisa dibekel: Karena makan disini mahal. Warung warung nasi itu jarang, karena di Gili didominasi dengan cafe cafe yang mayoritas pemiliknya juga orang Australi. Jangan kaget kalau untuk sandwich aja harganya 35k per porsi.
Ah, iya, disini juga gak ada yang namanya Aqua, adanya air minum botol Narmada, mungkin mereka bertujuan mendukung produk Lombok kali ya..tapi Narmada ini gak kalah seger dengan Aqua, walau memang sedikit payau rasanya. Siang itu setelah sampai di Andi Homestay gue dan teman teman langsung menghabiskan dua botol besar Narmada. Cuaca sangat cerah dan panas siang itu. Dih, tapi happy kok.
Gue memesan dua kamar di Andi Homestay, satu kamar standard fan dan satu kamar family room dengan AC. Dua kamar tersebut totalnya 550k per malam, overall ini adalah homestay paling murah yang gue temukan di booking.com. Gue dan teman teman mengobrol dengan penjaga homestay, gue gak tanya siapa namanya. Dia menawarkan penyewaan sepeda seharga 35k per sepeda per hari, ini juga kita dapatkan setelah menawar, tapi ini sudah sangat murah ketimbang sepeda sepeda lain yang di sewakan seharga 50k-60k per sepeda per hari. Seakan dapat rezeki nomplok, melalui si penjaga homestay, gue dan teman teman memutuskan untuk bergabung dengan jadwal snorkeling tiga gili dengan harga 100k per orang, berhubung Sarah pengen banget snorkeling.
Menggunakan sepeda, gue dan teman teman pergi ke Pelabuhan lagi untuk menunggu jadwal snorkeling pada pukul 1 siang. Selagi menunggu,sambil ngecengin bule gue dan teman teman mencicipi Gili Gelato yang rasanya super enak dan lembut apalagi di hari yang terik ini. Gelato ini dibandrol dengan harga 30k/double scoop.
Setelah snorkeling kita balik lagi ke Gili Trawangan. Setelah itu gue dan Anissa memutuskan untuk jalan jalan ke Sunset Point menggunakan sepeda sambil menunggu giliran mandi. Capek dari snorkeling mendadak hilang karena pemandangan sunset yang keren ini. Gili Trawangan terbaik!
Pagi ini gue dan teman teman harus bangun lebih pagi, selain nge cek apakah semua barang udah kita pack, kita juga udah memesan tiket shuttle bus untuk berangkat ke Pelabuhan Bangsal. Tiket shuttle bus ini sudah termasuk dengan tiket menyebrang ke Gili Trawangan menggunakan public boat. Shuttle bus + one way public boat ini hanya seharga 50k per orang, keuntungan lainnya shuttle bus nya akan menjemput di penginapan. Shuttle bus ini juga kita dapat dari Pak Surya, selain menyewakan mobil, Pak Surya juga memiliki jasa transport untuk pergi ke Pelabuhan Bangsal atau destinasi lainnya di Lombok. Ini terhitung sangat murah, terimakasih kepada Novi karena udah menawarkan harga di Pak Surya *skill menawar harus benar benar dipakai selama di Lombok, biar irit.
Shuttle bus yang berupa mobil carry berkapasitas dua belas orang itu menjemput kita di Ressa Homestay pada pukul setengah delapan pagi, masih sangat ngantuk, tapi harus segera berangkat dan check out. Agak sedih harus pisah dengan Ibu Kaori, rasanya kalau ada Ressa Homestay di Gili Trawangan, gue juga akan memutuskan untuk menginap disana. Hiks. Setelah pamitan dengan Ibu Kaori, gue dan teman teman langsung meluncur ke Pelabuhan Bangsal. Perjalanan memakan waktu cukup lama, tapi gak terasa karena gue menghabiskannya dengan tidur. Yang lucu, di dalam shuttle bus ini ketika kami naik sudah ada sepasang suami istri sekitar umur 60-70 an, mereka katanya mau menyusul anaknya di Gili, setelah ngobrol lebih jauh, ternyata mereka juga berasal dari Bandung. Gak tahu kenapa gue sih happy banget bisa ketemu dengan orang sekampung, akhirnya gue dan Anissa ngobrol cukup banyak dengan mereka, sebelum akhirnya gue tidur.
Sampai di Pelabuhan Bangsal, gak lama menunggu gue langsung naik ke atas kapal public boat. Naik public boat ini lo akan naik bareng dengan penjual sayur dan lain lain, ya maklum lah ala ala backpackers, tapi gak sedikit juga turis lokal yang memilih untuk naik perahu kayu ini jika dibandingkan dengan naik fast boat yang dibandrol 80k per kepala satu kali jalan. Tapi perahu ini aman kok, asyik juga karena bisa ketemu dengan orang orang baru.
Tiket untuk menyebrang ke Gili Trawangan, gak usah takut kehabisan perahu, karena public boat punya jadwal penyebrangan sampai pukul tiga sore dan akan berangkat setiap perahu penuh, dan menurut pengalaman gue, perahunya akan selalu penuh. Tiket nya punya berbagai warna, nantinya perahu mana yang akan lo tumpangi akan di umumkan sesuai dengan warna tiket.
Oh iya, gue mau cerita sedikit sebelum melanjutkan cerita ke Gili, pada dasarnya gue ini orangnya suka banget ketemu orang baru, apalagi kalau orangnya welcome sama kita, jadi jangan kaget kalau di perjalanan Gili ini mungkin lo akan berfikir gue banyak banget SKSD sama orang. Hehe. Karena The perks of travelling buat gue adalah meeting someone new.
30 menit di perahu dan kita sampai di Pelabuhan Gili Trawangan. Hal pertama yang gue pikirkan ketika gue sampai di Gili: "Ini gue di Indonesia apa bukan ya?". Turis lokal bisa dihitung jari, dan Gili Trawangan pada saat itu sangat ramai, entah karena gue sebelumnya bermalam di Senggigi yang sepi, gak tahu. Pokoknya pribumi yang gue temui paling banter adalah yang menyewakan snorkeling dan jaga toko. Setelah sedikit culture shock, akhirnya gue membuka maps dan mencari Andi Homestay, penginapan yang sudah gue pesan melalui booking.com dua minggu sebelum keberangkatan.
Eh, gue mau kasih sedikit tips tentang main ke Gili. Reminder, di Di Gili gak ada kendaraan ber knalpot, cuma ada sepeda dan cidomo a.k.a delman yang harganya cukup mahal per kepala. Untuk trip yang nyaman gue akan saranin beberapa tips:
1. Pakai backpack: kenapa? Jalan di gili gak mulus karena gak diaspal, dorong dan tarik koper sedikit repot apalagi di jalan lo bakal nemuin beberapa bolong bolong jalan tanah dan, pelabuhannya gak sebagus yang lo kira. Repot banget kalau harus angkat koper dari perahu ke daratan, ujung ujungnya lo harus keluar biaya lagi untuk porter. Jadi kalau gue saran sih, kalau mau main ke gili lebih baik backpacker an aja.
2. Siapin uang cash: karena niscaya atm akan nguantriii apalagi kalau sudah mulai malam. Atm juga gak banyak, paling satu per bank, plus beberapa atm jauh juga dari homestay homestay yang ada di bagian tengah pulau. Jadi mending dari lombok siapin dulu cash kalau gak mau repot.
3. Pakai celana pendek, untuk yang pakai kerudung siapin celana tambahan: karena turun dari perahu itu lo harus menghadang juga yang namanya ombak pantai yang gak akan berhenti sehingga otomatis celana lo akan basah kalau lo pakai jeans panjang. Buat yang berkerudung mau gak mau pasti celana akan basah sehingga harus siapin celana tambahan untuk disana. Saran dari gue juga sih jangan pakai rok. Gak nyaman, di gili lo akan menghadapi berbagai rintangan fisik seperti angkat tas, sepedahan, dan jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh. Apalagi kalau lo nyasar pas nyari homestay (itu gue dan temen temen gue. Hehehe)
4. Pakai sendal: Jangan sekali sekali pakai sepatu dalam perjalanan kamu ke gili. Ini serius, gue mengingatkan kalau lo gak mau sepatu lo terendam air. Kalau untuk jalan jalan di pulau nya sih its okay.
5. Siapin mata: siap siap untuk lihat bule bule berbikini atau bule bule topless naik sepeda, siap siap untuk lihat bule bule skinny dip di malam hari, dan siap siap lihat banyak bule make out di beberapa tempat umum. Gue mengingatkan ini sebelumnya takutnya lo culture shock ketika datang ke Gili. Jangan kaget dan jangan aneh, budaya barat lebih mendominasi di sini kalau dibandingkan dengan budaya timur.
6. Bawa abon dan makanan cepat saji yang bisa dibekel: Karena makan disini mahal. Warung warung nasi itu jarang, karena di Gili didominasi dengan cafe cafe yang mayoritas pemiliknya juga orang Australi. Jangan kaget kalau untuk sandwich aja harganya 35k per porsi.
Setelan ke Gili Trawangan. Ini sebenarnya ketika mau pulang sih, pakai sepatu karena jalan kotor dan becek abis. Ujung ujungnya ketika naik perahu untuk nyebrang ke Lombok ya nyeker juga.
Ah, iya, disini juga gak ada yang namanya Aqua, adanya air minum botol Narmada, mungkin mereka bertujuan mendukung produk Lombok kali ya..tapi Narmada ini gak kalah seger dengan Aqua, walau memang sedikit payau rasanya. Siang itu setelah sampai di Andi Homestay gue dan teman teman langsung menghabiskan dua botol besar Narmada. Cuaca sangat cerah dan panas siang itu. Dih, tapi happy kok.
Gue memesan dua kamar di Andi Homestay, satu kamar standard fan dan satu kamar family room dengan AC. Dua kamar tersebut totalnya 550k per malam, overall ini adalah homestay paling murah yang gue temukan di booking.com. Gue dan teman teman mengobrol dengan penjaga homestay, gue gak tanya siapa namanya. Dia menawarkan penyewaan sepeda seharga 35k per sepeda per hari, ini juga kita dapatkan setelah menawar, tapi ini sudah sangat murah ketimbang sepeda sepeda lain yang di sewakan seharga 50k-60k per sepeda per hari. Seakan dapat rezeki nomplok, melalui si penjaga homestay, gue dan teman teman memutuskan untuk bergabung dengan jadwal snorkeling tiga gili dengan harga 100k per orang, berhubung Sarah pengen banget snorkeling.
Menggunakan sepeda, gue dan teman teman pergi ke Pelabuhan lagi untuk menunggu jadwal snorkeling pada pukul 1 siang. Selagi menunggu,
Gue lupa rasa apa, tapi enak banget pokoknya.
Gak lama kemudian, gue akhirnya mendapat panggilan untuk segera naik ke perahu. Bersama guide snorkeling kami, sebut saja Bli Jamur (karena si Bli terus terusan ngajak si Sarah nge 'jamur'). Bli Jamur memberi instruksi dan memberikan life jacket atau pelampung pada orang orang yang tidak bisa berenang. Gue dengan pede nya menolak menggunakan life jacket.
Snorkeling ini dilakukan di tiga spot, dan lagi lagi gue lupa nama nama spot nya. Hehehe. Spot pertama itu berada di dekat pulau Gili Meno. Gak begitu dalam, tapi ikannya sedikit. Kita diberi waktu 30 menit untuk main main disini. Spot kedua, Bli Jamur bilang kalau kita harus berenang dulu sepanjang 200m untuk bisa lihat kura kura, beberapa orang memutuskan untuk gak ikut termasuk semua teman teman gue, sementara gue nekat mengikuti si Bli Jamur berenang ke tengah laut. Gue sedikit terkejut, ketika mengetahui bahwa gue dan seorang laki laki adalah satu satunya pribumi yang turun ke laut. Nekat, nekat, nekat.
Berenang di laut jauh lebih berat kalau dibandingkan di kolam, gue sedikit kehabisan nafas di tengah tengah perjalanan berenang, sampai sampai gue harus pegangan dengan seorang turis Taiwan perempuan (cantik banget lho!), untungnya dia gak gimana gimana ketika gue meminta bantuannya. Lalu gue melambaikan tangan pada Bli Jamur untuk meminta bantuan. " Bli! Capek aku! " disana gue jadi orang paling cupu, bahkan kalah sama seorang wanita bule berumur 60an. Hiks. Setelah beberapa menit pegangan dengan si Bli dan menemukan kura kura, akhirnya gue memberanikan diri untuk berenang lagi mengejar si kura kura itu. Gue takjub sih, bagaimana keindahan alam akhirnya memberikan gue kekuatan lagi sebelum menyerah dengan diri gue sendiri. Hehe.
Spot ketiga! Ada di dekat pulau Gili Air, teman teman gue kembali turun, disana kita bisa lihat banyak sekali ikan ikan dan kasih makan ikan berupa roti, setelah kejadian sebelumnya gue meminta bantuan ke Bli Jamur, sekarang gue, teman teman dan dia menjadi teman cukup baik, jadi gue meminta Bli mengajari gue untuk diving, tapi nyerah deh gue, belum juga sampai lima meter. Lalu ketika gue beristirahat dipinggir perahu, gue ngobrol sama wanita umur 60an tadi, ternyata dia berasal dari Victoria, dan dia datang bareng suaminya yang hobi diving. Setelah mengobrol cukup banyak cerita tentang pengalaman dia di Gili, gue akhirnya pamit untuk naik ke atas perahu duluan. Ketika perahu udah mau berangkat, ternyata suami si wanita tersebut malah belum naik ke perahu! Ibu itu khawatir lah, suaminya diving kejauhan. Untungnya dia ditemuin sama si Bli Jamur dengan keadaan baik baik saja.
Snorkeling di spot ketiga
Setelah snorkeling kita menepi di Pulau Gili Air, tepatnya di sebuah cafe bernama Tamy's Neverland. Cafenya enak banget, makanan nya juga gak begitu mahal, rata rata 20k-30k per item. Lantainya langsung pasir pantai, dan bangunannya cuma dibuat dari kayu dan bambu. Wuih!
Suasana di Tamy's Neverland. Dengan pemandangan satu group bule laki laki di kiri atas yang seksi laut yang indah.
Gue setelah menghitam. Hehe.
Setelah snorkeling kita balik lagi ke Gili Trawangan. Setelah itu gue dan Anissa memutuskan untuk jalan jalan ke Sunset Point menggunakan sepeda sambil menunggu giliran mandi. Capek dari snorkeling mendadak hilang karena pemandangan sunset yang keren ini. Gili Trawangan terbaik!
Pemandangan di Sunset Point.
Continue to Backpack Stories - Lombok & Bali #5 : Gili's Nightlife dan Bandara I Gusti Ngurah Rai!
02 July 2016
Backpack Stories - Lombok & Bali #3 : Bukit Meresik, Tanjung Aan, & Kuta
Day 3: Bagian Selatan Pulau Lombok
Setelah sarapan di homestay dengan Roti Bakar Pisang yang enak sekali resepnya Ibu Kaori, kami pergi pada pukul 8 pagi untuk langsung pergi ke Bagian Selatan Pulau Lombok. Perjalanan kali ini cukup jauh, makan waktu dua jam lebih. Sehingga kita ber delapan pergi lebih pagi dari hari sebelumnya.
Kali ini Adel yang jadi supir tembak sehingga aku bisa bersantai di passenger seat sambil baca maps (berkat kejadian kemarin gue jadi sangat jago baca maps). Perjalanan ini tapi entah mengapa gak terasa lama, entah karena Adel ngebut, atau karena teman teman gue menghabiskan perjalanan sambil menghitung masjid, konon kan Lombok ini dikenal sebagai Pulau Seribu Masjid. Mungkin juga karena dengan tambahan tiga orang personil, perjalanan jadi semakin ramai ya!
Setelah dua jam perjalanan kita sampai di Bukit Merese dan Tanjung Aan. Masuk kesini jalannya agak kecil dan jalan masuknya terpencil, jadi harus jago jago baca maps, kalau enggak bisa nyasar masuk ke halamannya Novotel...hehe, iya, gue bawa Adel nyetir nyasar ke halaman nya Novotel.
Kita memutuskan buat naik terlebih dahulu ke Bukit Merese. Pemandangannya....wuih....breathtaking banget. Plus angin pantai yang bikin foto terlihat jadi lebih alami. Ah, iya, untuk biaya masuknya, kita harus bayar 10k apa 15k gitu per mobil untuk masuk ke kawasan ini. Di Bukit ini gue menemukan sebuah iPhone, yang ternyata punya bule yang baru aja foto foto disana. Untung aja yang menemukan nya adalah gue yang berhati baik ini, gue kejar itu orang dan gue balikin iPhone nya, gue merasa berguna ada disini *okay, I'm being overrated.
Selanjutnya gue turun ke Pantai, hari itu Pantai agak ramai karena ada rombongan gitu, gue dan temen temen memutuskan untuk duduk duduk di salah satu gazebo sambil menikmati kelapa muda seharga 20k. Gue duduk di atas lounge chair sambil sok sok an sunbathing. Sambil menikmati pemandanganbule bule topless with sexy abs pantai Tanjung Aan ini. Gue berhasil hitam hari itu, karena Pantai sedang sangat panas panas nya dengan cuaca yang sangat cerah, tapi gue gak menyesal sama sekali walaupun gue turn black gitu dalam hitungan jam.
Setelah menghabiskan waktu cukup lama di Tanjung Aan, gue dan teman teman memutuskan untuk cari makan di sekitaran Pantai Kuta Lombok. Ternyata, daerah Kuta ini cukup ramai kalau dibandingkan dengan Senggigi, disini kebanyakan turis internasional a.k.a bule bule. Turis lokal nya kebanyakan adalah rombongan bis dan mungkin cuma gue dan teman teman yang merupakan turis lokal yang gak ikut dalam rombongan pada saat itu, gue menyadari hal tersebut ketika gue jadi satu satunya pribumi yang ngantri di Indomart.
Gue memutuskan untuk makan pizza di salah satu resto kecil di daerah Kuta. Waktu itu costumer yang datang cuma ada gue dan teman teman gue, plus seorang turis luar yang..ehm, super handsome pemandangan yang indah di siang hari yang panas ini. Hehe. Maafin aku Romo, kami gak bisa jaga mata disini :(
Gue sempet ngobrol juga sama pegawai resto kecil itu, ternyata memang disini ramai apalagi di malam hari, gue sempat sedikit menyesal kenapa gak menginap di Kuta aja dibandingkan di Senggigi yang agak sepi di malam hari. Mungkin lain kali kalau gue punya kesempatan untuk pergi ke Lombok lagi gue akan mencoba menginap di daerah Kuta.
Ah, iya, info penting, ehm..disini mushroom dijual bebas. Lo akan menemukan banyak resto resto yang beralih fungsi menjadi bar di malam hari yang menjual jamur jamur magic tersebut. Mereka bahkan memasang plang nya.
Gue sempat berfikir mungkin Pizza yang gue makan siang itu di kasih sedikit jamur sehingga rasanya super enak. Iya, bener. Pizzanya super enak! Gue sampai kalap, menghabiskan satu box pizza sendirian. Harganya cukup murah, range nya 45k-60k per pan. Gue sendiri menghabiskan satu pan sendiri seharga 45k saja. Gue benar benar kenyang, dan untuk pertama kalinya seumur hidup gue menghabiskan Pizza satu pan untuk seorang diri. Ampun, deh.
Gue gak mengunjungi Pantai Kuta Lombok nya itu sendiri, karena pada saat itu Pantai nya lagi agak penuh, jadi gue dan teman teman memutuskan untuk kembali ke Senggigi sore itu.
Setelah sampai di Senggigi, kita memutuskan untuk cari tempat mengejar sunset, yang sedikit lucu, kita bahkan gak tahu mau pergi kemana, jadi kita hanya pergi ke arah utara tanpa tahu arah dan tujuan. Hingga tiba tiba kita nemu sebuah pantai, gak sepi, tapi juga gak ramai, dengan pemandangan sunset yang keren. Gue gak tahu nama pantainya apa, yang pasti masih di daerah Senggigi, gue juga lupa beloknya dimana, gue dan teman teman menamai pantai ini sebagai 'Pantai Kekejar Sunset'. Dan ditambah lagi, masuknya free alias GRATIIIS.
Gak bisa move on dari Sate Rembiga, malam itu gue dan teman teman kembali mencicipi Sate Rembiga di Mataram. Dan malamnya gue packing untuk persiapan menyebrang ke Gili Trawangan besok pagi.
Setelah sarapan di homestay dengan Roti Bakar Pisang yang enak sekali resepnya Ibu Kaori, kami pergi pada pukul 8 pagi untuk langsung pergi ke Bagian Selatan Pulau Lombok. Perjalanan kali ini cukup jauh, makan waktu dua jam lebih. Sehingga kita ber delapan pergi lebih pagi dari hari sebelumnya.
Kali ini Adel yang jadi supir tembak sehingga aku bisa bersantai di passenger seat sambil baca maps (berkat kejadian kemarin gue jadi sangat jago baca maps). Perjalanan ini tapi entah mengapa gak terasa lama, entah karena Adel ngebut, atau karena teman teman gue menghabiskan perjalanan sambil menghitung masjid, konon kan Lombok ini dikenal sebagai Pulau Seribu Masjid. Mungkin juga karena dengan tambahan tiga orang personil, perjalanan jadi semakin ramai ya!
Setelah dua jam perjalanan kita sampai di Bukit Merese dan Tanjung Aan. Masuk kesini jalannya agak kecil dan jalan masuknya terpencil, jadi harus jago jago baca maps, kalau enggak bisa nyasar masuk ke halamannya Novotel...hehe, iya, gue bawa Adel nyetir nyasar ke halaman nya Novotel.
Kita memutuskan buat naik terlebih dahulu ke Bukit Merese. Pemandangannya....wuih....breathtaking banget. Plus angin pantai yang bikin foto terlihat jadi lebih alami. Ah, iya, untuk biaya masuknya, kita harus bayar 10k apa 15k gitu per mobil untuk masuk ke kawasan ini. Di Bukit ini gue menemukan sebuah iPhone, yang ternyata punya bule yang baru aja foto foto disana. Untung aja yang menemukan nya adalah gue yang berhati baik ini, gue kejar itu orang dan gue balikin iPhone nya, gue merasa berguna ada disini *okay, I'm being overrated.
Pemandangan dari atas Bukit Merese
Santai dulu
Si Bule yang ketinggalan iPhone
My Travel Companion
Selanjutnya gue turun ke Pantai, hari itu Pantai agak ramai karena ada rombongan gitu, gue dan temen temen memutuskan untuk duduk duduk di salah satu gazebo sambil menikmati kelapa muda seharga 20k. Gue duduk di atas lounge chair sambil sok sok an sunbathing. Sambil menikmati pemandangan
Sok sok sun bathing
Disini lo akan melihat pemandangan dimana bule bule pada berenang bareng anak anak lokal. Which is really cute. Di foto ini anak anak lokal sedang coba coba naik ke atas papan surf.
Gazebo gazebo di pinggir pantai.
Kalau lo jeli, dalam perjalanan pulang dari Tanjung Aan lo akan menemukan sebuah pantai yang agak sepi dengan sign board ini. Gratis tanpa biaya masuk.
Plus, lo akan menemukan sebuah ayunan unik ini.
Gue memutuskan untuk makan pizza di salah satu resto kecil di daerah Kuta. Waktu itu costumer yang datang cuma ada gue dan teman teman gue, plus seorang turis luar yang..ehm, super handsome pemandangan yang indah di siang hari yang panas ini. Hehe. Maafin aku Romo, kami gak bisa jaga mata disini :(
Gue sempet ngobrol juga sama pegawai resto kecil itu, ternyata memang disini ramai apalagi di malam hari, gue sempat sedikit menyesal kenapa gak menginap di Kuta aja dibandingkan di Senggigi yang agak sepi di malam hari. Mungkin lain kali kalau gue punya kesempatan untuk pergi ke Lombok lagi gue akan mencoba menginap di daerah Kuta.
Ah, iya, info penting, ehm..disini mushroom dijual bebas. Lo akan menemukan banyak resto resto yang beralih fungsi menjadi bar di malam hari yang menjual jamur jamur magic tersebut. Mereka bahkan memasang plang nya.
Ticket to the moon
Yang kurang nyaman disini, ketika lo makan lo akan diganggu dengan beberapa penjual gelang yang menamai diri mereka 'lima sekawan' yang agak maksa jualannya. Tapi gue sedikit terhibur juga sih, karena maksanya lucu. Hahahaha.
Gue sempat berfikir mungkin Pizza yang gue makan siang itu di kasih sedikit jamur sehingga rasanya super enak. Iya, bener. Pizzanya super enak! Gue sampai kalap, menghabiskan satu box pizza sendirian. Harganya cukup murah, range nya 45k-60k per pan. Gue sendiri menghabiskan satu pan sendiri seharga 45k saja. Gue benar benar kenyang, dan untuk pertama kalinya seumur hidup gue menghabiskan Pizza satu pan untuk seorang diri. Ampun, deh.
Pizza is life
Gue gak mengunjungi Pantai Kuta Lombok nya itu sendiri, karena pada saat itu Pantai nya lagi agak penuh, jadi gue dan teman teman memutuskan untuk kembali ke Senggigi sore itu.
Setelah sampai di Senggigi, kita memutuskan untuk cari tempat mengejar sunset, yang sedikit lucu, kita bahkan gak tahu mau pergi kemana, jadi kita hanya pergi ke arah utara tanpa tahu arah dan tujuan. Hingga tiba tiba kita nemu sebuah pantai, gak sepi, tapi juga gak ramai, dengan pemandangan sunset yang keren. Gue gak tahu nama pantainya apa, yang pasti masih di daerah Senggigi, gue juga lupa beloknya dimana, gue dan teman teman menamai pantai ini sebagai 'Pantai Kekejar Sunset'. Dan ditambah lagi, masuknya free alias GRATIIIS.
Benefit of travelling to a small island, you will found a beach even you don't have any place to go.
Gak bisa move on dari Sate Rembiga, malam itu gue dan teman teman kembali mencicipi Sate Rembiga di Mataram. Dan malamnya gue packing untuk persiapan menyebrang ke Gili Trawangan besok pagi.
Continue to Backpack Stories - Lombok & Bali #4 : Gili Trawangan
Baca Juga, Backpack Stories - Lombok & Bali #1 : Tiga Bandara, Pantai Tebing dan Nasi Puyung
Backpack Stories - Lombok & Bali #2 : Pantai Sire, Villa Hantu, Art Market Senggigi dan Mataram
Backpack Stories - Lombok & Bali #2 : Pantai Sire, Villa Hantu, Art Market Senggigi dan Mataram
Backpack Stories - Lombok & Bali #3 : Bukit Meresik, Tanjung Aan, & Kuta
Day 3: Bagian Selatan Pulau Lombok
Setelah sarapan di homestay dengan Roti Bakar Pisang yang enak sekali resepnya Ibu Kaori, kami pergi pada pukul 8 pagi untuk langsung pergi ke Bagian Selatan Pulau Lombok. Perjalanan kali ini cukup jauh, makan waktu dua jam lebih. Sehingga kita ber delapan pergi lebih pagi dari hari sebelumnya.
Kali ini Adel yang jadi supir tembak sehingga aku bisa bersantai di passenger seat sambil baca maps (berkat kejadian kemarin gue jadi sangat jago baca maps). Perjalanan ini tapi entah mengapa gak terasa lama, entah karena Adel ngebut, atau karena teman teman gue menghabiskan perjalanan sambil menghitung masjid, konon kan Lombok ini dikenal sebagai Pulau Seribu Masjid. Mungkin juga karena dengan tambahan tiga orang personil, perjalanan jadi semakin ramai ya!
Setelah dua jam perjalanan kita sampai di Bukit Merese dan Tanjung Aan. Masuk kesini jalannya agak kecil dan jalan masuknya terpencil, jadi harus jago jago baca maps, kalau enggak bisa nyasar masuk ke halamannya Novotel...hehe, iya, gue bawa Adel nyetir nyasar ke halaman nya Novotel.
Kita memutuskan buat naik terlebih dahulu ke Bukit Merese. Pemandangannya....wuih....breathtaking banget. Plus angin pantai yang bikin foto terlihat jadi lebih alami. Ah, iya, untuk biaya masuknya, kita harus bayar 10k apa 15k gitu per mobil untuk masuk ke kawasan ini. Di Bukit ini gue menemukan sebuah iPhone, yang ternyata punya bule yang baru aja foto foto disana. Untung aja yang menemukan nya adalah gue yang berhati baik ini, gue kejar itu orang dan gue balikin iPhone nya, gue merasa berguna ada disini *okay, I'm being overrated.
Selanjutnya gue turun ke Pantai, hari itu Pantai agak ramai karena ada rombongan gitu, gue dan temen temen memutuskan untuk duduk duduk di salah satu gazebo sambil menikmati kelapa muda seharga 20k. Gue duduk di atas lounge chair sambil sok sok an sunbathing. Sambil menikmati pemandanganbule bule topless with sexy abs pantai Tanjung Aan ini. Gue berhasil hitam hari itu, karena Pantai sedang sangat panas panas nya dengan cuaca yang sangat cerah, tapi gue gak menyesal sama sekali walaupun gue turn black gitu dalam hitungan jam.
Setelah menghabiskan waktu cukup lama di Tanjung Aan, gue dan teman teman memutuskan untuk cari makan di sekitaran Pantai Kuta Lombok. Ternyata, daerah Kuta ini cukup ramai kalau dibandingkan dengan Senggigi, disini kebanyakan turis internasional a.k.a bule bule. Turis lokal nya kebanyakan adalah rombongan bis dan mungkin cuma gue dan teman teman yang merupakan turis lokal yang gak ikut dalam rombongan pada saat itu, gue menyadari hal tersebut ketika gue jadi satu satunya pribumi yang ngantri di Indomart.
Gue memutuskan untuk makan pizza di salah satu resto kecil di daerah Kuta. Waktu itu costumer yang datang cuma ada gue dan teman teman gue, plus seorang turis luar yang..ehm, super handsome pemandangan yang indah di siang hari yang panas ini. Hehe. Maafin aku Romo, kami gak bisa jaga mata disini :(
Gue sempet ngobrol juga sama pegawai resto kecil itu, ternyata memang disini ramai apalagi di malam hari, gue sempat sedikit menyesal kenapa gak menginap di Kuta aja dibandingkan di Senggigi yang agak sepi di malam hari. Mungkin lain kali kalau gue punya kesempatan untuk pergi ke Lombok lagi gue akan mencoba menginap di daerah Kuta.
Ah, iya, info penting, ehm..disini mushroom dijual bebas. Lo akan menemukan banyak resto resto yang beralih fungsi menjadi bar di malam hari yang menjual jamur jamur magic tersebut. Mereka bahkan memasang plang nya.
Gue sempat berfikir mungkin Pizza yang gue makan siang itu di kasih sedikit jamur sehingga rasanya super enak. Iya, bener. Pizzanya super enak! Gue sampai kalap, menghabiskan satu box pizza sendirian. Harganya cukup murah, range nya 45k-60k per pan. Gue sendiri menghabiskan satu pan sendiri seharga 45k saja. Gue benar benar kenyang, dan untuk pertama kalinya seumur hidup gue menghabiskan Pizza satu pan untuk seorang diri. Ampun, deh.
Gue gak mengunjungi Pantai Kuta Lombok nya itu sendiri, karena pada saat itu Pantai nya lagi agak penuh, jadi gue dan teman teman memutuskan untuk kembali ke Senggigi sore itu.
Setelah sampai di Senggigi, kita memutuskan untuk cari tempat mengejar sunset, yang sedikit lucu, kita bahkan gak tahu mau pergi kemana, jadi kita hanya pergi ke arah utara tanpa tahu arah dan tujuan. Hingga tiba tiba kita nemu sebuah pantai, gak sepi, tapi juga gak ramai, dengan pemandangan sunset yang keren. Gue gak tahu nama pantainya apa, yang pasti masih di daerah Senggigi, gue juga lupa beloknya dimana, gue dan teman teman menamai pantai ini sebagai 'Pantai Kekejar Sunset'. Dan ditambah lagi, masuknya free alias GRATIIIS.
Gak bisa move on dari Sate Rembiga, malam itu gue dan teman teman kembali mencicipi Sate Rembiga di Mataram. Dan malamnya gue packing untuk persiapan menyebrang ke Gili Trawangan besok pagi.
Setelah sarapan di homestay dengan Roti Bakar Pisang yang enak sekali resepnya Ibu Kaori, kami pergi pada pukul 8 pagi untuk langsung pergi ke Bagian Selatan Pulau Lombok. Perjalanan kali ini cukup jauh, makan waktu dua jam lebih. Sehingga kita ber delapan pergi lebih pagi dari hari sebelumnya.
Kali ini Adel yang jadi supir tembak sehingga aku bisa bersantai di passenger seat sambil baca maps (berkat kejadian kemarin gue jadi sangat jago baca maps). Perjalanan ini tapi entah mengapa gak terasa lama, entah karena Adel ngebut, atau karena teman teman gue menghabiskan perjalanan sambil menghitung masjid, konon kan Lombok ini dikenal sebagai Pulau Seribu Masjid. Mungkin juga karena dengan tambahan tiga orang personil, perjalanan jadi semakin ramai ya!
Setelah dua jam perjalanan kita sampai di Bukit Merese dan Tanjung Aan. Masuk kesini jalannya agak kecil dan jalan masuknya terpencil, jadi harus jago jago baca maps, kalau enggak bisa nyasar masuk ke halamannya Novotel...hehe, iya, gue bawa Adel nyetir nyasar ke halaman nya Novotel.
Kita memutuskan buat naik terlebih dahulu ke Bukit Merese. Pemandangannya....wuih....breathtaking banget. Plus angin pantai yang bikin foto terlihat jadi lebih alami. Ah, iya, untuk biaya masuknya, kita harus bayar 10k apa 15k gitu per mobil untuk masuk ke kawasan ini. Di Bukit ini gue menemukan sebuah iPhone, yang ternyata punya bule yang baru aja foto foto disana. Untung aja yang menemukan nya adalah gue yang berhati baik ini, gue kejar itu orang dan gue balikin iPhone nya, gue merasa berguna ada disini *okay, I'm being overrated.
Pemandangan dari atas Bukit Merese
Santai dulu
Si Bule yang ketinggalan iPhone
My Travel Companion
Selanjutnya gue turun ke Pantai, hari itu Pantai agak ramai karena ada rombongan gitu, gue dan temen temen memutuskan untuk duduk duduk di salah satu gazebo sambil menikmati kelapa muda seharga 20k. Gue duduk di atas lounge chair sambil sok sok an sunbathing. Sambil menikmati pemandangan
Sok sok sun bathing
Disini lo akan melihat pemandangan dimana bule bule pada berenang bareng anak anak lokal. Which is really cute. Di foto ini anak anak lokal sedang coba coba naik ke atas papan surf.
Gazebo gazebo di pinggir pantai.
Kalau lo jeli, dalam perjalanan pulang dari Tanjung Aan lo akan menemukan sebuah pantai yang agak sepi dengan sign board ini. Gratis tanpa biaya masuk.
Plus, lo akan menemukan sebuah ayunan unik ini.
Gue memutuskan untuk makan pizza di salah satu resto kecil di daerah Kuta. Waktu itu costumer yang datang cuma ada gue dan teman teman gue, plus seorang turis luar yang..ehm, super handsome pemandangan yang indah di siang hari yang panas ini. Hehe. Maafin aku Romo, kami gak bisa jaga mata disini :(
Gue sempet ngobrol juga sama pegawai resto kecil itu, ternyata memang disini ramai apalagi di malam hari, gue sempat sedikit menyesal kenapa gak menginap di Kuta aja dibandingkan di Senggigi yang agak sepi di malam hari. Mungkin lain kali kalau gue punya kesempatan untuk pergi ke Lombok lagi gue akan mencoba menginap di daerah Kuta.
Ah, iya, info penting, ehm..disini mushroom dijual bebas. Lo akan menemukan banyak resto resto yang beralih fungsi menjadi bar di malam hari yang menjual jamur jamur magic tersebut. Mereka bahkan memasang plang nya.
Ticket to the moon
Yang kurang nyaman disini, ketika lo makan lo akan diganggu dengan beberapa penjual gelang yang menamai diri mereka 'lima sekawan' yang agak maksa jualannya. Tapi gue sedikit terhibur juga sih, karena maksanya lucu. Hahahaha.
Gue sempat berfikir mungkin Pizza yang gue makan siang itu di kasih sedikit jamur sehingga rasanya super enak. Iya, bener. Pizzanya super enak! Gue sampai kalap, menghabiskan satu box pizza sendirian. Harganya cukup murah, range nya 45k-60k per pan. Gue sendiri menghabiskan satu pan sendiri seharga 45k saja. Gue benar benar kenyang, dan untuk pertama kalinya seumur hidup gue menghabiskan Pizza satu pan untuk seorang diri. Ampun, deh.
Pizza is life
Gue gak mengunjungi Pantai Kuta Lombok nya itu sendiri, karena pada saat itu Pantai nya lagi agak penuh, jadi gue dan teman teman memutuskan untuk kembali ke Senggigi sore itu.
Setelah sampai di Senggigi, kita memutuskan untuk cari tempat mengejar sunset, yang sedikit lucu, kita bahkan gak tahu mau pergi kemana, jadi kita hanya pergi ke arah utara tanpa tahu arah dan tujuan. Hingga tiba tiba kita nemu sebuah pantai, gak sepi, tapi juga gak ramai, dengan pemandangan sunset yang keren. Gue gak tahu nama pantainya apa, yang pasti masih di daerah Senggigi, gue juga lupa beloknya dimana, gue dan teman teman menamai pantai ini sebagai 'Pantai Kekejar Sunset'. Dan ditambah lagi, masuknya free alias GRATIIIS.
Benefit of travelling to a small island, you will found a beach even you don't have any place to go.
Gak bisa move on dari Sate Rembiga, malam itu gue dan teman teman kembali mencicipi Sate Rembiga di Mataram. Dan malamnya gue packing untuk persiapan menyebrang ke Gili Trawangan besok pagi.
Continue to Backpack Stories - Lombok & Bali #4 : Gili Trawangan
Baca Juga, Backpack Stories - Lombok & Bali #1 : Tiga Bandara, Pantai Tebing dan Nasi Puyung
Backpack Stories - Lombok & Bali #2 : Pantai Sire, Villa Hantu, Art Market Senggigi dan Mataram
Backpack Stories - Lombok & Bali #2 : Pantai Sire, Villa Hantu, Art Market Senggigi dan Mataram
Backpack Stories - Lombok & Bali #2 : Pantai Sire, Villa Hantu, Art Market Senggigi & Mataram
Perjalanan gue dilanjutkan menuju Pantai Sire. Pantai ini gak jauh dari Pantai Tebing, sekitar 45 menit perjalanan doang. Beruntungnya nampaknya orang orang juga belum tahu ada Pantai Sire. Karena ketika kita sampai disana, pantainya sepi banget, tapi gak se sepi Pantai Tebing sih, kalau disini sudah ada yang jualan dan gazebo yang disewakan. Pemandangan di Pantai Sire luar biasa indah, mata gue benar benar dimanjakan, ditambah dengan penampakan tiga pulau gili yang nampak dari Pantai Sire ini.
Sampai menulis post ini pun gue ikut ikutan capek...haaaaaaaa. Day 3 gue lanjutkan ke post berikutnya.
Dari sini lo bisa lihat pulau lombok dan pelabuhan Bangsal
Pulau Gili terdekat dengan Pantai ini
Gue dan Sarah yang banyak gaya di pantai Sire
Biaya masuk Pantai Sire ini lo hanya perlu membayar 5k untuk parkir, sisanya free! Senang ya yang gratisan. Gue berada di Pantai Sire cukup lama, karena pemandangannya indah, dan ombaknya gak begitu besar juga.
Lanjut! Setelah puas main main di Pantai Sire, gue pergi ke Villa Hantu dalam perjalanan balik menuju Senggigi. Bukan, bukan rumah hantu, melainkan gedung tua yang gak selesai dibangun, tapi punya pemandangan yang luar biasa keren dari atas. Villa Hantu ini cuma menghabiskan biaya parkir sebanyak 2k per mobil. Seperti parkir di Bandung pada umumnya. Ke Villa Hantu ini lo harus mau panas panasan demi dapat pemandangan bagus di bagian atap. Lo juga harus memberanikan diri untuk naik lewat tangga bambu untuk naik ke bagian atas karena gak ada tangga beton.
Karya anak anak Lombok. Bareng Sarah lagi, Sarah lagi.
Pemandangan dari bagian paling atas Villa Hantu, gak bisa move on.
Gue pengen loncat langsung ke laut.
Siluet ala ala
Gue sampai di Villa Hantu ini sekitar pukul tiga dan kebetulan disana sangat sangat sepi gak ada orang selain kita. Jadi bebaaaas, dan gue cukup puas berkunjung disini karena gue lagi lagi dimanjakan oleh eksotisnya pantai pantai yang ada di sekitar pulau Lombok ini.
Sangat puas dengan Villa Hantu, kita mulai kehabisan tenaga, terutama gue dan Adel sebagai supir tembak. Kita memutuskan untuk balik ke homestay.
Setelah bersih bersih dan istirahat, kita memutuskan buat pergi ke Senggigi Art Market, belanja sekalian lihat sunset di Pantai. Di Senggigi Art Market itu mereka menjual kerajinan dan baju baju pantai, harganya agak mahal, kecuali lo punya skill menawar yang sangat hebat, gue sangat beruntung punya Novi disini, karena dia jago banget nawar. Gue dan teman teman mendapatkan beberapa oleh oleh dengan harga cukup murah.
Mengejar sunset, gue dan teman teman memutuskan untuk duduk duduk di cafe cafe pinggir pantai yang ada di Senggigi Art Market. Cafe nya bervariasi, ada yang mahal, ada yang murah. Tapi overall, harganya gak begitu mahal, standard cafe di Bandung dengan harga 20k-30k. Kita memutuskan buat duduk di satu cafe, gue lupa nama cafe nya apa. Disuguhi pemandangan sunset yang cukup romantis, walau mataharinya ketutupan sama Pulau. Tapi jadi mendadak pengen di lamar aja gitu disitu. He he he. :(
Kalau langit udah mulai gelap cafe ini di terangi sama lilin lilin yang romantis gitu. Cielah.
Ini gue. Udah, gitu aja.
Langit mulai gelap, dan gue cuma bisa terus melihat ke atas sambil duduk di cafe ini. Langitnya bersih banget, gak ada awan sama sekali dan bintang bener bener terlihat terang. Gue cuma bisa menghela nafas sambil ngelihat langit itu, mendadak kangen keluarga dan pacar. Hiks, enggak tahu deh kenapa, mendadak moment of silence gitu.
Petualangan mengitari kota Mataram dimulai dari malam ini. Gue dan teman teman harus pergi ke Mataram untuk jemput Anissa, Ulia dan Ratih yang baru sampai setelah terbang dari Jogja. Mereka naik damri ke terminal damri yang ada di daerah Mandalika. Sebelumnya gue dan teman teman harus mengantar Adel ke suatu tempat, sebelum itu juga gue ketemu dengan beberapa teman teman laki laki sekelas gue di Ampenan yang lagi transit sebelum melanjutkan perjalanan ke Flores, sebelum itu juga kita dapet kesempatan untuk nyicip Sate Rembiga yang rasanya ENAK PARAH, bayangkan aja daging sapi bakar yang empuk banget pakai bumbu Taliwang. Dengan keluar uang 30k per orang, lo udah kenyang banget makan sate plus nasi, gak lupa nyicipin plecing kangkung yang pedas nya bikin cenghar. Sayangnya gue lupa nama tempat Sate Rembiga nya apa, tapi serius, must try banget kalau lo datang ke Mataram.
Setelah kenyang, ketemu teman teman sekelas dan nganter Adel, gue sebagai supir tembak langsung pergi ke Mandalika hanya bermodalkan GPS dari google maps. The result is, KITA TOTALLY NYASAR. Plus, Mataram di malam hari itu sumpah sangat sepi dan gelap. Bahkan gue sempat nyasar ke daerah komplek yang sepi banget ditambah gue sempet bingung karena kita malah nyari Terminal Mandalika, bukannya Pool Damri. Untungnya kita diselamatkan oleh para polisi yang lagi nongkrong disitu. Mereka kasih tau arah Pool Damri. Sumpah ya, dalam keadaan seperti ini lo harus berani bertanya, dan lo harus bisa baca maps. Disitu gue dan teman teman benar benar panik, sangat sangat panik, gue sebagai supir tembak udah deg degan parah, takut Ulia, Anissa dan Ratih ketakutan karena sendirian di kota yang sepi ini.
Luckily, berkat para polisi itu gue menemukan mereka di pool damri tersebut. Maafin kita ya, udah ninggalin kalian sendirian karena kita nyasar. Huaaaa :( Setelah jemput Adel, kita ber 8 balik ke Senggigi. Gue langsung mengistirahatkan kaki...sumpah gue capek banget, makasih loh Mataram.
Continue to Backpack Stories - Lombok & Bali #3 : Bukit Meresik, Tanjung Aan, & Kuta
Subscribe to:
Posts (Atom)